Thursday, January 19, 2012

Seputar 1978, kisah kang Sonny

From: Sonny Djatnika SD
Sender: ITB74@yahoogroups.com
Date: Tue, 17 Jan 2012 16:41:35 +0800 (SGT)
To: ITB74@yahoogroups.com
ReplyTo: ITB74@yahoogroups.com
Subject: Re: Tragedi - Re: [ITB74] Saya, Agus Darmadi, diantara Sudomo dan Imaduddin JILID 2

Saya tidak banyak punya cerita.... Saya coba dengan keterpaksaan untuk bercerita (dari sisi saya)....

Saat temen-teman Mahawarman yang lain, Iwan DS SI74, Ocim MS74, Dadan TI74, Aussie GL74, Samudra GL74, Adam Pieter TP74(??), Al Johnet GL73, Basuki Rahardjo TA73, dll. masing-masing di Komando Brigade kuadran, posko Mahawarman menjadi kosong. Sebab yang lain juga ada di Staff Resimen Mahawarman (Jl. Surapati, kalau nggak salah ITB74 disana adalah Eddy Gaffar GL74, Bambang Suhardi MS74, Abadi TA73 dan Anna D Permana GD74). Hanya satu orang ITB'74 yang aktif di posko Mahawarman ITB, Joko Purwono MS'74.

Saya yang sudah tidak lagi banyak aktif di Mahawarman. Karena rencananya semester-7 itu adalah ingin menghabiskan sisa 22-SKS, di smstr 8 tinggal 1-SKS humaniora dan kredit kerja praktek dan tugas akhir. Rencananya mengemplang mematahkan mitos TA yang umumnya lulus di atas 7 tahun. Saat itu, saya mendapat keringan ITB untuk tidak lagi membayar uang smesteran dan bebas biaya SKS. Rencana tinggal rencana, dengan Setiawan S dan yang lainnya lebi betah duduk-duduk di lapangan basket mendengarkan Dadan dan Aussie teriak-teriak. Toh ruang kuliah juga sepi. Bersama Aden S Ottoloewa TA73 mulai membantu lagi di posko, jadi James Bond keliling luar kampus agar tidak ada orang luar masuk dan mengacau kampus. Bahkan pernah dengan Dadan ke SMA-SMA untuk melihat juga pergerakan disana. Mungkin karena saya sering memakai topi ala Baretta, Joko Purwono mengangkat saya menjadi Kasi Intelejen Mahawarman, padahal saya sama sekali belum pernah mengikuti pendidikan intelejen. Jadilah intel dadakan.

Saat RPKAD masuk pertama-kali, tidak banyak yang tahu kalau Aden SO lah yang sedang di lapang basket, sebagai mahasiswa pertama yang diambil CPM. Target mereka mengambil dahulu yang mungkin menjadi pagar. Malamnya kami jemput ke jalan Jawa, ternyata sudah tidak ada. Saya ke asramanya dan disana pun tidak ada. Aden saat itu tinggal di asrama Gorontalo bersama Harso PL74 (seingat saya dulu nama panggilannya bukan Harso, kalau nggak salah ingat Akiaw, atau apa ya?). Beberapa hari kemudian saya baru tahu, Aden "disimpan" di Homann. Saya lupa apa yang yang ditanyakan CPM rincinya, paling sekitar siapa orang luar yang berdiri di belakang buku putih. Tentu karena bukan aktifis, jawabnya tidak tahu.

Isu pada waktu itu adalah kalau Mahawarman adalah alat ABRI. Kecuali Mahawarman yang aktifis di DM, Mahawarman lain tidak diikutkan dalam pertemuan mahasiswa di kampus. Tetapi dari beberapa aktifis membuat pertemuan dengan anggota Mahawarman tertentu di rumah Heman Afif di sekitar Jl Dederuk. Bagaimana membuat skenario untuk mengalihkan dan mengacaukan perhatian para informan resmi. Fihak Mahawarman mengindikasikan, lebih dari 100 mahasiswa ITB yang menjadi informan. Beberapa di antaranya memang ada yang masuk juga di tubuh Mahawarman. Jadi kita harus hati-hati. Dari cara fihak ABRI mengambil Aden, mencari Iwan DS, Aussie BG dan lainnya lah kami berkesimpulan tentang nama-nama yang telah dibocorkan dan disampaikan oleh para informan. SAYA TIDAK TAHU SIAPA?

Beberapa kejadian seru di kampus tidak lagi saya ikuti, melainkan saya mengikuti gerak-gerik Komanda Jihad Imron, mulai dari mesjid Salman, Istiqomah sampai mesjid Baros Cimahi. Seru, karena saya bergerak sendiri tanpa punya kemampuan bela diri sedikit pun. Saat berada di kampus, saya sengaja ke halaman Salman, disana ada Sintong Panjaitan yang menjadi Komandan Pengepungan ITB dari Kodam Siliwangi saat itu. Kalau tidak salah lihat RPKAD juga dipimpin oleh Prabowo yang masih baret hijau (yang ini mohon koreksi karena saya tidak ingat wajah dan tokoh). Anehnya waalau sering keluar-masuk halaman Salman, tidak pernah ada yang bertanya dan memeriksa saya, walau harusnya saya gampang dilihat karena saat itu sudah sering memakai topi bulu Rusia.

Begitu pun di sore itu, saya harus mengamankan posko dengan menyembunyikan senjata, karena saat kami punya 7 garrand, 2 bren dan satu pelontar mortir. Informasi dari teman di posko membuat saya khawatir, karena laporan piket posko malam sebelumnya yang ditawari seseorang satu truk senjata dan pelurumnya, konon untuk mempertahankan kampus. Dalam hati, untung teman-teman akalnya sehat untuk menolak (Saat kejadian 1966, banyak kampus menerima kiriman senjata semacam itu). Sore itu adalah terakhir saya berdiri di dekat tiang di depan gerbang kampus, berusaha mencegah tentara masuk. Tentara yang mengepung saat itu adalah bukan lagi yang dipimpin LetKol Sintong, walau bajunya sama dari Kostrad. Logat bahasanya adalah logat Jawa Tengah. Setelah keadaan mereda, saya pulang menembus penjagaan bersama para wartawan dan penonoton yang saat itu berdatangan dan pulang.

Malamnya, saya kembali ke kampus. Tetapi ada penjagaan di Jl. Ganesha yang melarang masuk kendaraan. Kemudian saya ke Rektorat, karena biasanya, Ibu Wiranto mengirimkan nasi bungkus dari sana, rencana saya akan ikut rombongan pengirim nasi bungkus. Di sana saya baru tahu, kalau kampus sudah diduduki. Entah beberapa malam berkumpul di Rektorat, termasuk berita adanya kejadian penembakan rumah Pak Alisjahbana yang hanya berjarak 50 meter dari Rektorat. Sampai akhirnya kami diminta oleh Pak Wiranto untuk mewakili ITB menjaga kampus agar tidak lagi ada fitnah tentang penemuan-penemuan disana. Saya, Samudra GL74, Dani GL74, Sampurno GD74 adalah merupakan anggota dari 16 wakil ITB yang menginap di dalam kampus. Bahkan anggota Mahawarman ITB lainnya yang saat itu berkumpul di Rektorat tidak boleh masuk. Kami harus menjaga agar mahasiswa lain dan staff ITB juga tidak boleh ada masuk melewati batas jam di depan 8EH. Tujuannya adalah agar saat inventarisasi dan penyerahan kembali kampus dari ABRI ke ITB tidak ada yang dijadikan fitnah di kemudian hari.

Sering saya pergi membeli rokok (awal saya membeli sendiri) melewati asrama Ganesha, atau kadang saat sedang menjaga di gerbang, didatangi oleh penduduk asrama. Bukan saja mahasiswa biasa, ada juga yang Mahawarman. Saya kira mereka mau memberi sesuatu, tetapi kami sering diserang oleh mereka, dikatakan alat ABRI dan sebagainya. Bukan saja oleh teman seangkatan, bahkan oleh yang lebih muda dan paling keras oleh yang lebih tua, kami terima saja. Melawan saya kagak berani biar pun pakai seragam. Saya tidak pernah tahu kemana para mahasiswa lain yang dulu bergerombol di lapangan basket, tahu itu kemudian. Konon dari teman-teman banyak yang diinapkan di Jl. Jawa.

Kampus mulai dibuka hanya untuk mahasiswa baru angkatan 1978. Kami, 16 orang, ditugaskan untuk melatih mereka baris-berbaris untuk pembukaan upacara penerimaan mahasiswa baru. Bahkan saya tidak tahu, kapan mereka testing masuk ITB-nya. Sial-nya saya lah yang mengajari Ganeshi. Sampai akhirnya, kampus diserahkan dan dinormalkan oleh NKK. Saat teman-teman masih ada yang ikut ujian semester-7 dan melanjutkan semenester-8, saya masih tidak ikut ujian hampir 8-SKS semester 7 dan hanya 4-SKS di semester 8, yaitu Humaniora dan kerja praktek saja. Saat mengambil SKS yang belum ujian di smester-9 dan 10, saya harus mengambil hampir 14-SKS pelajaran baru. Total selama di ITB saya mengambil hampir 182-SKS, lebih banyak dari yang lainnya. Rencana mengemplang tidak berhasil, tetapi banyak belajar dari kejadian 1978 itu.... Tidak aneh saya baru sidang pada akhir 1981, selain karena tugas akhirnya hampir 1,5 tahun. Saya tidak ikut wisuda Okt 1981, malahan ijazahnya jadi yang pertama keluaran baru pada awal 1982 yang berbentuk lebih kecil.....

Banyak cerita kemudian setelah 1978, termasuk Mahawarman ITB yang dianggap kurang kerja-samanya oleh Hankam sehingga kemudian diambil alih dari sebelumnya di bawah Rektor menjadi di Bawah SKB 3-menteri. Baret dan badge diganti lebih nasionalis. Tetapi saya, Joko dan Aden adalah yang membuat poernyataan terlis dan menolak. Kono, pada waktu itu Pangdam Siliwangi, Mayjen Himawan Soetanto juga prihatin atas kejadian tersebut, terutama penembakan rumah Pak Alisjahbana. Pak Himawan dan Pak Jendral Awaliudin Jamin (Kapolri) adalah menantu Bapak Ir. Hadji Djuanda. 12 tahun setelah kejadian 1978, saya menjadi membantu di perusahan Nunun Nurbaiti Daradjatoen, dimana saya sering dipanggil menjelaskan proyek-proyeknya oleh para Komisaris, yaitu Pak Himawan dan pak Awaludin. Konon pula ke tempat saya sering datang mas Heri Akhmadi, hanya saya sendiri belum pernah bertemu. Maklum sering wara-wiri di proyek mereka.


salam.....sd

The Bandung Old School: Institut Teknologi Bandung

t,

Keterangan Gambar :
Beberapa bangunan utama sudah di bangun, Aula Barat dan Aula Timur, juga diluar Kampus telah dibangun pula Villa Merah, bangunan serba merah. Ciri dari bangunan-bangunan tadi berarsitekturkan rumah adat Minangkabau dengan tanduk kerbau nya.


Pemilihan lokasi kampus ITB atau yang dahulu dikenal dengan nama Technische Hoogeschool (THS) di daerah utara kota Bandung merupakan keputusan yang tepat karena udaranya yang sejuk dan sepi. Sangat ideal untuk lingkungan tempat studi.

THS mulai dibangun secara bertahap pada tahun 1918-1935. Bangunan pertama yang dibangun adalah gedung Aula Barat (1920) karya arsitek Henri Maclaine Pont bergaya arsitektur Eropa yang mengacu kepada gaya arsitektur Vernakuler Jawa (perpaduan gaya antara arsitektur tradisional Nusantara dan keterampilan teknik konstruksi Barat) dengan gaya arsitektur atap rumah Batak dan sentuhan gaya arsitektur atap rumah Minangkabau. Berturut-turut kemudian dibangun antara lain : Departemen Teknik Sipil (1920), Gedung Fisika dan Teknik Fisika (1922), gedung Aula Timur (1924) gedung Teknik Lingkungan (1935) yang juga merupakan karya arsitek H.Maclaine Pont dengan gaya arsitektur yang sama.

Arsitektur bangunan ini merupakan contoh yang sangat baik dalam penerapan unsur lokal, baik gaya arsitektur maupun bahan material lokal yang dipadukan dengan gaya arsitektur dan konstruksi dari Barat (Eropa). Paduan ini menghasilkan satu bentuk gaya arsitektur vernakuler. H.P. Berlage (arsitek terkenal Belanda) memuji rancangan bangunan THS. Di tengah ragam bentuk bangunan dengan gaya arsitektur kolonial yang menjiplak bentuk arsitektur di Belanda yang sebenarnya kurang tepat jika diterapkan di alam tropis, kehadiran gedung THS diharapkan menjadi inspirasi bagi arsitek lain untuk lebih memperhatikan unsur lokal.

Gagasan untuk mendirikan Perguruan Tinggi Teknik muncul pada awal tahun 1917 dari sebuah yayasan swasta yang bernama Koninklijk Instituut voor Hoger Technisch Onderwijs in Ned.Indie yang diketuai C.J.K van Aalst yang kemudian diganti oleh J.W.IJzerman, pegawai Staats Spoorwagen –SS (Jawatan Kereta Api). Pada tahun 1919 ditetapkan bahwa Perguruan Tinggi Teknik akan didirikan di Bandung dengan nama Technische Hoogeschool (THS). K.A.R.Bosscha sang Raja Teh Malabar adalah salah satu tokoh pendiri THS.

Pada tanggal 3 Juli 1920 Technische Hoogeschool (THS) yang merupakan perguruan tinggi teknik pertama tidak saja di Bandung tapi juga di Hindia Belanda, resmi dibuka. THS merupakan cikal bakal Institut Teknologi Bandung (ITB) sekarang. Pada tanggal 18 Oktober 1924, Koninklijk Instituut voor Hoger Technisch Onderwijs in Ned.Indie menyerahkan THS kepada pemerintah Hindia Belanda. Pertengahan tahun 1942 sebagian fungsi akademik THS dibuka kembali setelah beberapa bulan ditutup oleh pemerintahan Jepang dengan nama Institute of Tropical Sciences, dan pada 1 April 1944 THS kembali dibuka seperti semula dengan nama Bandung Kogyo-Daigaku.

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, THS dibuka kembali dan dipindahkan ke Yogyakarta dengan nama Sekolah Tinggi Teknik (STT), tetapi kemudian ditutup pada bulan Desember 1948 akibat Aksi Militer II Belanda. Pada tanggal 21 Januari 1946 perguruan tinggi teknik didirikan kembali di Bandung yang merupakan fakultas teknik dalam Nood Universiteit di Jakarta yang kemudian berganti nama menjadi Universiteit van Indonesie (Universitas Indonesia sekarang).

Pada tanggal 2 Maret 1959 secara resmi didirikan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang merupakan penggabungan Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam Universitas Indonesia dengan tempat di kompleks THS Bandung. Kebutuhan ruang yang luas tanpa terhalang tiang penyangga merupakan masalah ketika merancang konstruksi bangunan Aula Barat THS karena pada saat itu belum dikenal konstruksi beton bertulang. Jalan keluar yang ditempuh adalah dengan mengadopsi konstruksi karya Kolonel A. Emy anggota kesatuan Zeni tentara Perancis di Brogspanten (1830), yaitu konstruksi lapisan kayu yang dibuat melengkung dengan bantuan pembautan. Konstruksi ini dapat menghasilkan ruang yang luas tanpa terhalang oleh tiang-tiang penyangga.

Konstruksi susunan lapisan kayu dengan pembautan ini pernah dipasang di gudang pabrik gula Cilacap tetapi pada tahun 1930-an habis terbakar. Sekarang konstruksi macam ini mungkin hanya tinggal satu-satunya di Indonesia, yaitu di gedung Aula Barat dan Aula Timur ITB saja. Konstruksi bagian samping Gedung Aula Barat dan Aula Timur sempat digunakan di beberapa tempat di Bandung, antara lain pada koridor bangunan sekolah van der Capellen School yang terletak di Zeelandiastraat (Jl.Maulana Yusuf). Sayang gedung ini dirubuhkan tahun 1980-an untuk pembangunan rumah-rumah bertingkat.

Tanggal 2 Maret 1959 Institut Teknologi Bandung diresmikan oleh Presiden Soekarno yang merupakan alumnus Technische Hoogeschool (THS). Peresmian ditandai dengan sebuah tugu prasasti yang terletak di selatan lapangan sepak bola. Pada tugu prasasti terukir piagam peresmian dan dilengkapi dengan patung dada Ir.Soekarno di puncaknya. Sekarang patung dada Ir.Soekarno tersimpan di Gedung Rektorat ITB Jl.Sulanjana. Lapangan bola ITB sekarang ini telah menjadi bangunan perkuliahan, laboratorium dan perkantoran.

Mahasiswa ITB tanggal 16 Januari 1978 mengeluarkan pernyataan dahwa dinamika politik di Indinesia tidak dapat tumbuh bila jabatan Presiden diduduki dua kali berturut-turut oleh orang yang sama. Dewan Mahasiswa (DM) mengeluarkan Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978 yang kemudian dilarang beredar oleh pemerintah. Tanggal 28 Januari 1978 mahasiswa ITB menyatakan mogok kuliah dan bertahan di dalam kampus walaupun kampus telah dikepung rapat oleh tentara.

Tanggal 21 Februari 1978 radio perjuangan mahasiswa (Radio ITB 8 EH) disegel dan pemerintah membubarkan seluruh DM dan SM (Senat Mahasiswa) di Indonesia. Tanggal 9 Februari 1978 kampus ITB diduduki tentara yang baru pulang dari medan perang Timor Timur yang masih beringas dan memperlakukan mahasiswa secara kasar ketika mengusir mereka ke luar kampus tercintanya. Pihak Laksusda Jabar baru menyerahkan kembali kampus ITB kepada Rektorium ITB tanggal 25 Maret 1978.

Dr.Ir.IJzerman berjasa besar dalam pendirian THS, sehingga sebuah taman artistik tertata rapih yang dibangun (1919) di depan komplek THS diberi nama IJzerman Park (sekarang Taman Ganesha). Di pintu masuk utara taman didirikan patung dada Dr.Ir.IJzerman di atas tiang beton. Tahun 1950-an patung dada Dr.Ir.IJzerman masih berdiri megah. Tahun 1960-an patung Dr.Ir.IJzerman sudah diganti oleh patung Ganesha, dan sekarang yang terletak di sana adalah sebuah patung kontemporer dari baja tahan karat berbentuk rangka kubus. Sekarang patung dada Dr.Ir.IJzerman disimpan di gedung Rektorat ITB yang lama di Jl.Sulanjana bersama patung dada Ir.Soekarno (presiden pertama Indonesia) yang dipindahkan dari tiang beton prasasti peresmian ITB.

Irzadi Mirwan (ITB-1973), temanku yang Meninggal Muda, semoga kusnul kotimah

Diposting oleh: M. Ridlo 'Eisy | 21 Apr 2011, 12:07

SEDIKIT orang yang tahu siapa Irzadi Mirwan. Ia yang meninggal tahun 1981 itu adalah penyair yang tergabung dalam Grup Apresiasi Sastra ITB dan pernah menjabat Sekretaris Jenderal Dewan Mahasiswa ITB 1976-1977. Ia juga salah seorang penulis Buku Putih yang berisikan platform perjuangan mahasiswa yang menuntut agar Jenderal Soeharto tidak dipilih lagi sebagai Presiden RI lagi dalam SU MPR 1978. Gara-gara tulisan itu ia dipenjara oleh rezim Orde Baru. Sajak-sajak Irzadi Mirwan akan didiskusikan di Aula Barat ITB, Sabtu, 19 Januari 2008, dan Gedung Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa, 22 Januari 2008, pukul 18.00 WIB-21.00 WIB.

Ketika mendengar kabar Irzadi Mirwan mengikuti kegiatan penerimaan anggota baru Wanadri tahun 1981, saya sedikit keheranan dengan berbagai pertanyaan yang tidak sempat saya sampaikan kepadanya. Dan ketika saya mendengar Irzadi Mirwan meninggal dalam acara itu, seluruh pertanyaan itu tidak pernah terjawab.

Irzadi Mirwan meninggal terlalu muda, saat ia berusia 26 tahun. Ia adalah seorang aktivis mahasiswa ITB pada masa yang paling bergolak antara tahun 1974 dan 1979. Ia menjabat Sekretaris Umum Dewan Mahasiswa ITB 1976–1977, dan kemudian menulis Buku Putih yang menjadi platform perjuangan mahasiswa saat itu.

Buku Putih itu mengkritik arah pembangunan yang tidak memihak rakyat dan membahayakan (perekonomian) Indonesia. Untuk itu, pada awal 1978, mahasiswa meminta MPR agar tidak memilih lagi Jenderal (Purn.) Soeharto. Buku Putih itu pula yang membuat Irzadi Mirwan ditahan rezim Orde Baru lebih dari satu tahun.

Selain sebagai aktivis mahasiswa, saya tahu Irzadi senang menulis sajak, tetapi kami tidak pernah berdiskusi tentang masalah sastra. Setiap kali bertemu dengannya, yang kami bicarakan adalah kegiatan kemahasiswaan. Dia sebagai Sekretaris Umum DM dan saya sebagai Ketua Komisi Organisasi Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) ITB.

Saya juga jarang melihat Irzadi memublikasikan sajak-sajaknya dan ketika saya diminta untuk mengulas dan memberi pengantar terhadap kumpulan sajaknya, saya terkagum karena produktivitas karyanya, khususnya karya-karya Irzadi ketika dalam tahanan.

Membaca sajak-sajak Irzadi seakan mendengar suaranya yang sedang menuturkan impian-impiannya dan melihat lukisannya tentang keadaan masyarakat Indonesia. Dengan sajaknya, Irzadi melukis keadaan Jakarta, “jakarta yang asing dengan dunia sendiri/mengamuk dengan cepat/tak mengijinkan/getar-getar rasa manusia berkembang biak” (Jakarta, Juli 1979).

Sewaktu dia naik kereta api di Madiun tahun 1973, dia melihat anak kecil di stasiun kecil. Irzadi menulis:

aku mencoba menyapamu sia sia
kau melintas cepat
dan akupun beranjak pergi
walau bayangmu masih tertinggal
diantara tabir air mata
yang kuseka diam diam

Andaikata Irzadi masih hidup saat ini dan melihat begitu banyak anak jalanan, baik yang asli maupun yang dikoordinasi untuk menjadi pengemis, mungkin air matanya bercucuran tiada henti. Sebagaimana para aktivis mahasiswa yang lain, ia memberi kesaksian tentang ketidakadilan di Indonesia dalam sajaknya “kata berjawab”, ‘untuk kalian yang teraniaya/barangkali mereka cuma punya kata kata/dan tidak mampu berbuat apa apa (Bandung, 2 Desember 1975).

Melihat semua ketidakadilan di Indonesia itu, Irzadi menyatakan ikrarnya dalam sajak yang berjudul “Asmara Jalan Jawa”,
….
disini cita cita
mengkristal jadi keyakinan
tangan, kaki dan punggung kita
telah mengeras
untuk tak canggung lagi
dijalan panjang nanti

berhenti dititik ini
berarti dihancurkan
(Bandung, 21 April 1978)

Namun Irzadi merasa kecewa dengan jalan perjuangan yang sedang berlangsung karena kompromi sering dikedepankan walaupun terkadang menusuk hati nurani. Sajak “Pengkhianatan” yang ditujukan kepada Pak Doddy Tisnaamidjaja mengungkapkan hal itu.

Dengan pedih Irzadi menulis:

kita telah tak jujur lagi
untuk mengatakan “ya”
dan juga “tidak”,
semuanya tak berharga lagi

dalam hidup penuh kompromi
(yang telah kita pilih
entah kapan)

diam diam kita tikam
nurani masing masing,
untuk kehidupan hanya tersisa
(Bandung, 6 Juni 1978)

Walaupun Irzadi kecewa, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengotori perjuangannya dengan dendam. Melalui sajaknya Irzadi berdoa, ‘Tuhan maha pengasih/turunkanlah rahmatMu/pada kami dibalik pagar ini/agar tak tersisa dendam dan sakit hati,/dan karat karat benci… dari balik pagar/dengan kawat kawat tak ramah/kami meminta kepadaMu/karena kami tak dapat berhenti lagi/dalam jalan yang telah kami pilih’ (“Doa dari Balik Pagar”, Bandung, 22 April 1978)

Sajak-sajak dalam tahanan

Membaca sajak-sajak Irzadi, saya merasakan pengaruh WS Rendra dan Saini KM. Harus diakui banyak aktivis mahasiswa pada saat itu yang menyenangi sajak-sajak dan lakon-lakon teater WS Rendra karena mampu mengungkapkan aspirasi mahasiswa. Bahkan, Rendra pun ditahan rezim Orde Baru pada tahun 1978.

Sementara itu, Saini KM adalah penyair yang sabar dan caranya bersajak banyak memengaruhi penyair Bandung (Jawa Barat) karena kecermatannya dalam memilih kata-kata. Irzadi juga sangat cermat memilih kata-kata dalam bersajak. Selain banyak, sajak-sajak Irzadi yang ditulisnya dalam tahanan, menyentuh perasaan.

Pada subuh pertama saat Irzadi ditahan rezim Orde Baru, ia justru memperoleh ketenteraman hati. Ia menulis, “kemarin jadi bukan apa apa lagi/ketika tentram Mu menyapu tubuh/bersama air wudhu/mengalir diantara jemari…subuh ini yang pertama/dalam dunia tanpa kebebasan…” (“Disubuh, Kehadiran Mu”, Bandung, 3 April 1978).

Walaupun banyak nada getir yang mewarnai sajak-sajak yang ditulis dalam tahanan, akibat kebebasan yang dirampas rezim Orde Baru, Irzadi tetap memelihara kemerdekaannya yang tercermin dalam sajaknya yang berjudul “Masih Ada Tempat” (Bandung, 20 Mei 1978)

masih ada celah
diantara jendela kamar tahanan
untuk mengintipnya

masih ada tempat
untuk perasaan perasaan kita
yang sering tak sempat bicara
Maut dan cinta

Yang paling menarik dan mencekam adalah sajak-sajak kematian yang ditulis Irzadi, seakan-akan ia punya firasat bahwa maut akan menjemputnya tidak terlalu lama lagi. Pada tahun 1977 Irzadi menulis sajak “Penjemput”. Dalam sajak itu ia menggambarkan suasana yang sepi, dingin membeku, ia mendengar detak sepatu penjemput, di sisi rumah, yang akan mengantarkannya untuk menghadap Tuhan.

Banyak sekali sajak-sajak Irzadi yang mengungkapkan kedekatannya dengan maut antara lain “Jika Besok Aku Mati” dan “Surat Cinta dari Akhirat”. Yang menarik, pada saat Irzadi mengungkapkan masalah kematian, meluncur juga masalah cinta yang dihadapinya. Dalam sajak “Jika Besok Aku Mati”, Irzadi menyampaikan pesan kepada kekasihnya:

Kekasihku perempuan cantik dan muda
namun jika besok aku mati
kutinggalkan padanya sebuah kalimat tanya
sungguh benarkah kau cinta padaku
sungguh benarkah.

Irzadi tidak yakin, apakah perempuan cantik yang dikasihinya benar-benar cinta kepadanya. Mungkin keraguan inilah yang membuat Irzadi akan mengirimkan “Surat Cinta dari Akhirat”

Sesaat sebelum darah sekali lagi membeku
aku akan mengetuk kelopak matamu berkali kali
untuk secangkir kopi dan minta diri

Kekasihku, namun angin terasa lagi
mendorong lurus ke depan… kesisi Tuhan
maka kukirimkan saja surat ini
semoga sampai padamu

Semoga sampai padamu
surat cinta terakhir dari akhirat
dengan kata penutup… selamat tinggal
selamat tinggal, sejenak dan selamanya

Saya tidak kenal siapa kekasih Irzadi karena ia tidak pernah memperkenalkannya. Saya juga jarang melihat Irzadi berjalan berdua dengan mahasiswi (atau luput dari perhatian saya). Padahal, perasaan cintanya sudah ditulisnya sejak di Bogor pada tahun 1976.

Sajak Percintaan

hati hati kurangkai
butiran butiran
dalam rasa
dengan benang halus
kususupkan kedalamnya
satu
demi
satu

*) Wartawan “Pikiran Rakyat” dan “Galamedia”, nggota delegasi Indonesia dalam Konferensi Sastrawan Asia Tenggara di Bali (1985) dan Singapura (1987).

Kena Stroke Ringan, Agus Darmadi Dibawa ke Rumah Sakit

Sabtu, 13 Mei 2006, 19:21:17 WIB

Laporan: Dzikry Subhanie


Rakyat Merdeka. Salah seorang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada proyek PLTGU Borang, Agus Darmadi, Sabtu dinihari (13/5) dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP).

Deputi Direktur Pembangkitan dan Energi Primer itu PLN itu terkena stroke ringan.

Informasi soal masuknya Agus Darmadi ke rumah sakit disampaikan pengacaranya Maqdir Ismail.

“Sekarang Pak Agus masih dirawat,” ujarnya.

Agus, jelas dia diserang stroke ringan karena dipaksa dipindahkan tadi malam dari Mabes Polri ke Kejaksaan. Dia menyatakan ada ada upaya paksa untuk membawa Agus dari rutan Mabes Polri ke rutan kejaksaan.

Dia heran mengapa Agus tiba-tiba dipindah, padahal berkas kasus yang melilit kleinnya itu belum siap. Upaya pemindahan tersebut membuat Agus tertekan.

“Dia merasa tertekan dan menderita stroke ringan,” ujar Maqdir kepada situs berita Rakyat Merdeka sore tadi di RSPP, Jakarta.

Maqdir juga mengatakan, stroke ringan itu diderita pertamakali oleh kliennya. Menurutnya, sampai saat berkas perkara Agus belum pernah diterima Kejaksaan.

Padahal tempo 120 hari di masa penyidikan, berkas itu harus sudah siap untuk dilakukan penuntutan. Tetapi setelah 120 hari berkas Agus tak juga disiapkan.

“Berkasnya belum siap dan selesai dalam rangka melakukan penuntutan. Sehingga kewajiban dari penyidik untuk membebaskan klien saya. Kalau tetap ditahan, maka itu melanggar hukum,” tegasnya. dry

Dr. Imadudin Abdurrahim; Kesahajaannya dalam Perjuangan

Bang Imad, begitu dia biasa disapa. Namanya sangat tidak asing lagi bagi para intelektual Muslim di Indonesia. Kiprahnya dalam dunia dakwah di kampus sangat fenomenal. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di Malaysia. Banyak mahasiswa dan sarjana berubah pikiran setelah mendengar ceramah Bang Imad atau membaca tulisannya.

Bang Imad! Nama lengkapnya adalah Muhammad Imaduddin Abdulrahim. Ia lahir di Tanjungpura, Langkat, Sumatera Utara, pada 21 April 1931/ 3 Zulhijjah 1349H. Ayahnya, Haji Abdulrahim, adalah seorang ulama yang juga tokohMasyumi di Sumatera Utara. Sedangkan ibunya, Syaifiatul Akmal, seorang wanita yang merupakan cucu dari sekretaris Sultan Langkat.

Bang Imad dibesarkan dalam tradisi pendidikan Islam yang kuat. Sejak kecil ayahnya sendiri yang langsung mengajarnya al-Qur’an, berupa tajwid dan tafsir setiap usai shalat subuh.Dalam mengkaji al-Qur’an, ayahnya sering menyelipkan berbagai cerita tentang tokoh-tokoh besar Islam. Cara itu sangat membekas dalam diri Bang Imad, sehingga membentuk semangat perjuangan Islam. Ayahnya juga menyediakan banyak buku dan majalah keislaman di rumah sebagai sumber bacaan baginya. Sementara ibunya berulang-ulang mengingatkan, “Imaduddin” itu berarti ‘penegak tiang agama’. Ia mengingatkan, agar anaknya selalu menegakkan shalat.

Didikan kuat sejak kecil, berbekas dalam diri Imaduddin, sehingga tidaklah mengherankan, sedari muda Imaduddin telah memiliki ghirah keislaman yang menyala-nyala. Semangat ini kemudian membawanya berkecimpung dalam berbagai kegiatan dakwah dan perjuangan Islam.
Meskipun aktif dalam kegiatan Islam sejak muda, Imaduddin tidak meneruskan pendidikannya dalam bidang ilmu-ilmu keislaman. Ia justru memilih kuliahTeknik Elektro di ITB. Pilihan ini didukung oleh ketekunan dan kecerdasannya semasa di bangku sekolah.Sejak HIS hingga SMA ia selalu berusaha menjadi yang terbaik di kelasnya. Demikianlah yang diajarkan ayahnya untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqulkhairat).

Meskipun belajar di perguruan tinggi secular, semangat perjuangan Islam Bang Imad bukannya luntur, tapi malah semakin membara. Begitu diterima sebagai mahasiswa, ia langsung bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Bandung dan menggalakkan kegiatan mengkaji al-Qur’an dan tafsirnya di kalangan para aktivis.

Tahun 1963 Bang Imad berangkat keluar negeri melanjutkan S2-nya di Iowa State University, Ames, Iowa, AmerikaSerikat. Tahun 1965 iamenyelesaikan S2-nya dan langsung melanjutkan S3-nya di Chicago. Baru dua bulan di Chicago Bang Imad mendapat kabar tentang terjadinya pemberontakan PKI. Beberapa diindikasikan terlibat sehingga terjadi penangkapan terhadap sejumlah dosen ITB. Akibatnya, terjadi kekosongan pengajar di berbagai jurusan. Bang Imad kemudian diminta pulang untuk membantu mengatasi kelangkaan pengajar tersebut. Sebagai aktivis, Bang Imad memberanikan diri menjadi dosen Agama Islam, disamping juga mengajar pada mata kuliah lain di DepartemenTeknik Elektro.

Konsistensinya dengan ajaran Tauhid membuatnya tidak segan-segan mengritik hal-hal yang dirasanya tidak sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadits. Termasuk pihak penguasa, tak luput dari kritik kerasnya. Tidak mengherankan banyak orang menganggap dirinya sebagai tokoh garis keras. Buku Tauhid yang dikarang oleh Bang Imad, telah menginspirasi ribuan generasi muda Muslim di Indonesia.

Tanggal 23 Mei 1978, seusai memberikan ceramah di Masjid Salman ITB, sekelompok orang berpakaian preman datang kerumahnya. Ia lalu dijebloskan ke penjara di samping Taman Mini Indonesia Indah, selama empat bulan. Akhirnya, Prof. Dr. Dodi Tisna Amidjaya dating, meminta kepada Pengkopkamtib Sudomo, waktu itu, agar membebaskan Bang Imad.

Kiprah Bang Imad dalam dakwah sampai menembus dunia internasional. Ia aktif di lembaga-lembaga International Islamic Federation of Student Organization (IIFSO) danWorld Assembly Moslem Youth (WAMY).

Tahun 1970, setelah hubungan Indonesia dengan Malaysia kembali normal, Bang Imad menjadi dosen tamu di Universitas Teknologi Malaysia. Di sini, ia terus menggalakkan dakwah. Saat merancang kurikulum, ia sengaja memasukkan pelajaran agama sebagai mata kuliah wajib agar mahasiswa yang dibentuk di sana bukan hanya menguasai sains modern tetapi juga memahami agama dengan baik.

Mulanya hal ini ditentang oleh rektor karena tidak masuk dalam program pemerintah. Namun Bang Imad bersikeras dan mengancam pulang ke Indonesia jika usulannya ditolak. Dalam kuliah pertama yang juga dihadiri rektor, dosen, dan mahasiswa, Bang Imad meyakinkan bahwa agama Islam tidak bertentangan dengan sains dan teknologi. Ceramah ini ditanggapi positif dan menginspirasi banyak orang Malaysia.

Kuliah-kuliah yang disampaikan Bang Imad ternyata member kesan yang dalam bagi mahasiswa dan dosen, sehingga beberapa di antaranya meminta Bang Imad membuat pelatihan sejenis Latihan Mujahid Dakwah (LMD) sebagaimana yang pernah dilakukannya di ITB. Jika di Indonesia, pelatihan ini diberi nama LMD, di Malaysia pelatihan ini digelari LatihanTauhid. Peserta pelatihan ini diwajibkan membawa al-Qur’an ke kampus. Pelatihan ini membawa perubahan besar di kalangan mahasiswa Malaysia. Sebagaicontoh, mahasiswa yang sebelumnya merasa malu membawa al-Qur’an dan membungkusnya kedalam majalah, setelah pelatihan ini menjadi bangga membawa al-Qur’an ke kampus.

Meskipun sempat tertunda, Bang Imad akhirnya meraih Doktor Filsafat Teknik Industri dan Engineering Valuation dari Iowa State University. Jasanya dalam dunia dakwah sangatlah besar. Pada 2 Agustus 2008, Bang Imad dipanggil Allah SWT. Bang Imad telah berjasa besar dalam upaya mendekatkan antara sains dengan Islam, antara pribadi saintis Muslim dengan Islam itu sendiri. Bang Imad telah melakukan rintisan besar dalam dunia dakwah di kampus.

Generasi berikutnya berkewajiban melanjutkan perjuangannya.

(Oleh: Hidayat, M.T., Wendi Zarman, M.Si., Peneliti PIMPIN (InstitutPemikiran Islam dan Pembangunan Insan, Bandung)

Sumber: http://muridiary.blogspot.com/2010/08/dr-ir-imaduddin-abdulrahim.html

Supriadi dan Agus Darmadi diantara Sudomo dan Imaduddin

Kisah ini sekedar  nostalgia paska revolusi 1978 di kampus ITB yang  ingin saya ceritakan sebelum  rekaman dalam memori saya semakin banyak yang tergerus karena usia. Saya kira tidak banyak orang ITB yang mengetahui sempalan kehidupan kampus ini selain para pelaku yaitu saya dan Agus Darmadi dari ITb EL 74,  Dr. KT Ing Sirait yang Kajur Elektro, Dr. Sudjana Sapiie yang ketua Rektorium waktu itu, Almarhum yang kita cintai Prof. Dr. Doddy Tisna Amijaya yang saat itu menjabat Dirjen Dikti, Pangkopkamtib Sudomo, almarhum bang Imad sendiri beserta istri beliau. Bahkan mungkin para pelakunya sendiri sudah lupa atas kisah yang tersisih ini.

Pagi itu saya yang sekretaris umum HME sedang merapikan berbagai dokumen dan peralatan himpunan yang  terasa masih semrawut  setelah digunakan untuk perjuangan melawan tirani yang walaupun gagal secara fisik pada saat itu tapi secara moral berhasil menggulingkan tirani orde baru melalui reformasi dua puluh tahun kemudian.   Satu unit televisi 14 inci merk Sanyo dan sebuah gitar Hoffner  yang saya bawa dari rumah untuk hiburan teman-teman yang piket siaga ketika itu baru hari ini rencananya akan saya bawa pulang karena anak-anak elektro sudah mulai kuliah lagi setelah dicabutnya aksi mogok  sebulan yang lalu.

Nampaknya perjuangan anak-anak itb untuk sementara sudah selesai, teman-teman yang sempat ditahan baik yang diciduk tibum maupun yang disortir di kampus sudah semuanya dibebaskan kecuali mereka yang harus disidangkan karena memproklamirkan DPRS seperti Al Hilal, Ramses, Indro Cahyono, dan sisanya saya lupa. Saya sendiri secara mujur tidak ditahan walaupun kepergok membawa notulen rapat siaga karena yang mensortir saya di kampus kebetulan anggota RPKADyang pro mahasiswa, dan ketika aksi lempar poster di pohon saya selamat dari kejaran Tibum  karena berkat Vespa sakti saya sempat menyelinap ke Jalan Merdeka Lio setalah balapan dengan mobil tibum di Wastu Kencana. Nggak percuma saya kan anak Bandung yang hapal liku-liku sampai gang-gang dan branhang di kota Kembang tempat lahirku . Saya termasuk orang yang beruntung bisa mengalami langsung dua kali penyerbuan kampus, yang pertama kampus diduduki secara santun oleh pasukan Siliwangi yang menganggap mahasiswa ITB sebagai sedulur, dan yang kedua penyerbuan brutal karena konon dilakukan oleh pentol korek yang baru pulang dan selamat dari pembantaian di Timor Timur, wallahu alam.

Saya sempat merinding bila teringat bahwa saking emosinya melihat cewek itb anak 75 pujaan saya  (beraninya dalam hati saja sih) kena tendang sepatu lars hampir saja keluar penyakit nekat saya untuk menggelindingkan kapasitor yang telah saya isi tegangan tinggi 300 ribu volt (mentang mentang asisten lab tegangqan tinggi) ke tengah tengah para budugul cepak yang tidak punya perasaan itu. Kecolek sedikit saja kapasitor itu, prajurit-prajurit pentol korek itu dijamin garing. Untung saja kunci laboratoriumnya ketinggalan di bagasi Vespa yang diparkir jauh di halaman HME, sehingga tragedi besar tersebut tidak terjadi.

Lepas dari lamunan tersebut saya mulai membuka lagi ketikan skripsi yang sempat saya tinggalkan selama revolusi berlangsung. Ternyata saya harus beli tip-ex karena masih banyak salah ketik dan terjemahan bebas yang kurang pas, padahal besok hari saya sudah buat janji untuk konsultasi dengan pembimbing utama yaitu pak Sirait. Teringat akan dosen pembimbing, tiba-tiba muncul dalam benak saya nama Imaduddin sebagai salah satu dosen senior yang lebih dari satu tahun statusnya masih dalam tahanan Kopkamtib padahal seluruh tahanan ITB lainnya sudah dibebaskan atau di vonis di pengadilan. Rasa tanggung jawab sebagai pimpinan mahasiswa elektro mendorong saya untuk membicarakan cara pembebasan bang Imad ini kepada pak Sirait sebagai Ketua Jurusan Elektro, mumpung ada  kesempatan ketemu beliau sambil konsultasi skripsi. Alih-alih membahas skripsi saya, pak Sirait justru tertarik dengan permohonan saya untuk membantu pembebasan bang Imad, saya bilang kasihan pak teman-teman saya yang dibimbing beliau akan terkatung-katung studinya. Tanpa menunggu lama pak Sirait menelpon rektorium dan Dr. Sudjana Sapiie yang dikenal dengan pak John sebagai ketua rektorium merangkap teman berdebatnya bang Imad langsung merespons dan meminta kita untuk membicarakan hal ini di kantor biro rector.

Kebetulan saya ketemu Agus Darmadi yang kelihatan tersenyum, mungkin habis menang karambol, dan mengajak dia untuk mengatur rencana pembebasan bang Imad ini. Singkat kata pak John, dengan gaya Amriknya, kaki di atas kursi, langsung menelepon pak Doddy Tisna yang dia bilang sebagai satu dari sedikit orang yang disegani oleh pak Sudomo. Di luar dugaan kami, ternyata Pak Doddy sangat antusias dan merespons sangat cepat untuk membantu pembebasan bang Imad ini, apalagi katanya idenya datang dari mahasiswa. Kami ditunggu di rumah beliau keesokan hari setelah magrib. Esok paginya, kita berangkat dan saya kebetulan diajak naik sedan built up bikinan Amrik yang dilengkapi dengan selimut otomatis punya pak John. Dan saya mendapat kehormatan duduk di samping beliau sekalian ngobrolin strategi apa yang akan kita gunakan menghadapi Sudomo. Saya usul sebaiknya bapak bapak sampaikan maksud untuk mengantarkan mahasiswa yang ingin menolong kawan-kawannya yang sekolahnya tertunda karena pembimbing skripsinya sudah lama ditahan. Pak John setuju, dan karena janjian dengan pak Doddy setelah magrib, kami punya cukup waktu untuk singgah dulu di RM Simpang Raya Puncak untuk menyantap ayam pop dan rendang paru yang nikmat sekali terutama karena ditraktir oleh Rektor ITB.

Sebelum melanjutkan cerita pembebasan bang Imad, saya mencoba menguras memori saya untuk mengingat cirri-ciri unik dari para karakter dalam kisah ini sebagai berikut

………Doktor lulusan Amrik yang ngajar analisa sistim tenaga ini merupakan dosen kebanggaan anak-anak elektro 74 walaupun lebih dari 90 % jadwal kuliahnya ngaco karena dia sering travelling sehingga kuliahnya sering dirapel pada hari Sabtu dari pagi sampai sore, dan bahan kuliahnya tulisan tangan sendiri (belum ada laptop boo) yang dibuat di pesawat katanya. Ciri khas pak John yang anak Pangalengan tapi istrinya bule ini, kalau ngajar kakinya lebih banyak di atas meja daripada di lantai, mungkin ini yang membuat anak-anak semangat walaupun 3 malam nggak tidur karena harus menyelesaikan iterasi yang nggak kunjung mengerucut (maklum saat itu Cuma kalkulator hp saya saja sudah termasuk yang paling top).saat ini Dr. Sudjana Sapiie mengajar di ITB dan masih segar dan sehat, data yang bagus-bagusnya tentang beliau silakan google aja ya……

Prof. Dr. D.A. Tisnaamijaya menurut saya adalah satu-satunya Rektor ITB sementara yang lainnya hanya menggantikan beliau. Sosok pak Doddy yang tegas bercahaya tapi tetap menunjukkan ciri “orang Sunda yang santun” membuat beliau disegani kawan maupun lawan dan layak dijadikan panutan anak itb sepanjang masa. Saya bangga karena ijazah itb saya ditanda tangani beliau walaupun saat itu pak Doddy sudah tidak di itb lagi. Pak Doddy yang dalam kisah ini menjabat dirjen dikti merupakan karakter kunci dalam proses pembebasan bang Imad.

Kalau ngajar, jagoan petir dan proteksi ini lebih banyak ngobrol sendiri dengan papan tulis, tapi anak-anak elektro juga boleh bangga sama doctor lulusan Jerman ini. Dr. Ing. KT Sirait termasuk satu diantara sedikit pakar tegangan tinggi yang ada di Indonesia saat itu. Apalagi beliau adalah pembimbing utama skripsi saya walaupun waktu sidang dia yang menghajar saya sehingga harus ada perbaikan (belakangan dia minta maaf karena dia tidak sempat membaca detail skripsi saya yang memilih outlier case, dasar supriadi senangnya cari penyakit). Dalam kisah ini pak Sirait yang waktu itu Ketua Jurusan Elektro merupakan pembuka jalan dalam proses pembebasan bang Imad. Seperti kebanyakan alumni itb yang pembosan di profesinya, pak Sirait saat ini menjadi staf ahli di DPR setelah sempat menjadi wakil rakyat mewakili Partai Damai Sejahtera.

Agus Darmadi, anak itb 74 yang satu ini merupakan salah satu sosok unik dari species elektro. Walaupun badannya nyaris kaki semua (Nyuwun sembah pangapunten injih den Agus) dan gayanya yang dingin tapi anak Semarang ini sering menjadi andalan untuk bikin PR karena ditunjang keenceran otaknya yang di atas rata-rata. Yang saya selalu ingat adalah keberanian AD yang rajin bikin tulisan di Papeng (papan pengumuman) HME dan menyebut dirinya sebagai PKI (penulis karangan ini). Selepas itb Agus seperti saya bekerja di PLN karena terjebak ikatan dinas 30 ribu rupiah yang saat itu bisa untuk nraktir 10 orang di sate hadori dan goreng jeroan di Ponyo . Saya hanya ingat bahwa hanya Agus sendiri yang menemani saya dalam usaha pembebasan bang Imad ini, tapi otak bapak Satar saya yang sudah dumb ini tidak berhasil mengorek memori, bagaimana asal usul Agus Darmadi ikut dalam cerita ini. Mungkin lebih baik Agus sendiri nanti yang sharing di Milis yaa….

Sudomo, sebagai panglima Kopkamtib waktu itu, Jendral bermuka ramah tap ber hati dingin ini bisa diibaratkan sebagai Giam Lo Ongnya (dewa pencabut nyawa) orde baru yang setiap saat bisa memerintahkan Hek Pek Moko, iblis kembar hitam putih dengan penggebuk Tok Kak Tong Jin nya untuk menghabisi siapa saja yang dianggap menghalangi kerajaan orde baru. Walaupun saat itu saya sangat benci pada kedzaliman baju hijau, tapi secara pribadi saya respek sama Sudomo, kenapa? Berkat perkenan dialah saya sama Herdi Waluyo (El itb 74) berhasil mendapatkan sumbangan pemerintah untuk menyelesaikan mosaic putih menara Salman yang berdiri tegar sampai saat ini…………

Supriadi (waktu itu nggak pakai Legino)…. Naah kalau karakter yang ini saya kenal baik, maklum hampir semua sifat dia luar dalam mirip banget sama saya. Cuma bedanya dengan Supriadi, saya seperti Yan Satar Kuryana kepalanya bolenang sementara Supriadi lebih kurusan dan rambutnya tebal dan panjang dan sedikit ikal di bahu. Tapi jauh lumayan daripada kayak Rawono Sosrodimulyo, anak Cepu yang setiap hari perlu “ngeblow rambutnya pakai sisir alumunium yang diikat di solderan (catok.com). Salah satu kebanggaan EL 74 adalah Dedi Dhores mirip Supriadi dan Rawono mirip Edi S. Tonga.

Strength: Dia adalah anak ITB 74 !!

Weaknesses: banyak sekali! Yang jelas dia rajanya ngantuk (paling tidak dua kali dibangunkan dosen waktu kuliah di Amerika dan sekali nabrak oplet masuk selokan di Sicincin Padang). Dia juga sensornya suka eror kebalik atau rada suka cari penyakit; orang masuk SMA 3 Bandung yang ngetop dia malah masuk SMA I yang biang jojing, disarankan psychotest masuk arsitek malah pindah elektro sampai nyaris pindah ke ITT karena frustasi dengan teori medan sementara melihat temennya pinter-pinter seperti HGS, waktu masuk PLN orang rebutan di Jawa dia malah minta di Maninjau (alasannya pengen naik kapal terbang gratis).

Profil asmara remaja supriadi agak amburadul; kalau lagi ada yang dikecengin noraknya keluar (misalnya pernah waktu naksir anak TP dia pakai celana putih cutbray dan baju batik safari dengan bross serenceng peniti dan jarum pentul dilengkapi dengan sepatu putih hak 15 cm). Anehnya semakin dia ngebet sama cewek malah semakin jutek sama si cewek, kalau mau PDKT dating ke rumah cewek malah bersyukur kalau ceweknya nggak di rumah. Pernah pacaran sekali dan kapok karena rugi waktu katanya, dan memilih lebih suka bergerombolan sama batangan.com sebangsanya si Ujang Kusmayadi dan Rawono Silitonga. Tapi menuruk kisah yang lain dikabarkan akhir kisah cintanya berakhir bahagia karena mendapatkan anak ASMI kelahiran Cianjur yang mengerti bahwa dibalik kelakuannya yang judes norak terkandung kasih saying yang sejati sama wanita.

Anda puas sampaikan pada teman, anda kecewa sampaikan kepada kami, itulah semboyan Simpang Raya Cipanas yang baru saja kami tinggalkan setelah ditraktir pak John yang katanya lama di Amrik tapi ternyata makannya banyak hehejoan (daun singkong). Mobil meluncur melewati Puncak Pass dan menurun kembali menuju arah Cipayung di tengah perkebunan the dan hawa yang segar, sesegar harapan untuk dapat membebaskan bang Imad, guru dan tokoh yang saya hormati. Semakin dekat dengan kota Jakarta lepas dari tol (tambah ongkos lancar) jagorawi entah kenapa perasaan saya semakin tegang, maklum akan bertemu dengan Sudomo yang pastinya tahu persis apa yang terjadi di kampus ITB waktu itu. Walaupun saya sama Agus sudah siap dengan strategi untuk berbicara dengan Sudomo dan tentunya bakal diback-up juga oleh para Lo Cian Pwe ITB, tetap saja ngeri menghadapi Giam Lo Ong nya Indonesia itu. Akhirnya sampailah kita di kantor Dirjen Pendidikan Tinggi dan menemui kenyataan bahwa ada sedikit kendala dalam renana kita. Menurut staf Dirjen Dikti, pak Doddy ternyata minta kita untuk menemuinya setelah magrib di rumah dinas beliau karena konon kabarnya Sudomo tidak bisa ditemui di kantornya siang ini. Kondisi ini membuat saya semakin stress karena tiba-tiba bermunculan berbagai kekhawatiran di benak saya, mulai dari kemungkinan bang Imad harus menjalani dulu persidangan sampai ketakutan bahwa tindakan kita justru membuat Sudomo semakin alergi dan mengkucilkan bang Imad ke penjara yang lebih jauh dan sulit dijenguk. Walaupun lebih dari setahun ditahan, memang setahu saya bang Imad belum pernah diproses secara hukum apalagi sampai di pengadilan. Langkah pamungkas yang bisa saya lakukan adalah berdoa dan akhirnya menenangkan diri dengan keyakinan bahwa pak Doddy yang disegani pak Domo tentunya akan mendapat jalan terbaik.

Kegundahanku mulai sirna setelah kami masing-masing disuguhi secangkir kopi susu di rumah pak Doddy yang menyambut kami dengan wajah bersinar dan senyum khasnya yang memberikan ketenangan. Pak Domo menunggu kita di rumahnya, sekarang juga!!! Serempak kami segera meneguk habis kopi dalam cangkir dan sigap berdiri untuk memasuki kendaraan menuju rumah Pangkopkamtib, Giam Lo Ong yang ditakuti semua orang Indonesia.....dan diluar dugaan, ternyata pak Domo sendiri menyambut kami di depan pintu rumahnya sehingga kami terhindar dari remeh temeh penjagaan militer. Siapa sangka Giam Lo Ong itu ternyata mengumbar tawa dan senyum dan tanpa basa-basi langsung berujar kepada saya dan Agus Darmadi: Nah begitu dong kalau jadi mahasiswa!! Berani membela dosennya, kapan mau dijemput? Tapi ya jangan malam ini, kan Imaduddin seneng baca mustinya perlu beres-beres buku-bukunya yang sa abreg, wong sudah setahun di sana….Haa?? semudah itukah???

Ya Tuhan betulkah apa yang kami dengar ini? Saya terbengong-bengong khawatir kalau-kalau pak Domo itu main-main, sampai akhirnya saya melirik pak Doddy hanya tersenyum, senyum seorang ayah yang bahagia melihat anak-anaknya mendapatkan hadiah yang diimpikannya. Terima kasih ya Allah, Engkau mengabulkan doa kami, karena kami tahu persis bahwa bang Imad tidak mungkin terkait dengan komando jihad, yang menurut rumor merupakan alasan kenapa dia ditahan. Justru dalam berbagai kesempatan bang Imad menyayangkan adanya oknum muslim yang berpikiran sempit seperti mereka, bahkan dalam kegiatan mahasiswa melawan Suharto juga bang Imad berkali-kali menyuruh kita agar tetap berhati-hati untuk tidak bertindak anarkis. Melihat muka kami yang disaluti tanda-tanya, Sudomo menegaskan lebih lanjut bahwa bang Imad bersih sudah tidak perlu ditahan lebih lanjut. Pak John akhirnya mengangguk-ngangguk sementara pak Sirait dengan gaya batak solonya menanyakan: jadi tidak akan ada proses pengadilan untuk Imaduddin? Pak Domo dengan tertawa berkata: Nggak perlu !! wong dia nggak ada apa-apa koq, dia sudah bisa ngajar lagi kapan saja dan bilang sama kawan-kawan kamu (sambil memandang saya dan Agus) beresin skripsinya, cepetan lulus kasian orang tua yang telah keluar biaya untuk ongkos kuliah kalian.

Akhirnya pak John memutuskan bahwa kita akan menjemput bang Imad lusa dan akan segera memberitahu istri setia beliau untuk bersama-sama lusa pagi………….

Tibalah hari bahagia itu, bang Imad akhirnya bebas………….di Puncak dia sempat minta berhenti sebentar dan menyambar kamera Leicaflex nya untuk mengabadikan warna-warni Gantole yang terbang bebas di angkasa perkebunan teh Gunung Mas ….Bang Imad sering bilang bahwa kenapa manusia lebih tinggi di mata Allah dibandingkan makhluk lainnya? Kebebasan………….

Dua puluh tahun lamanya setelah kebebasan beliau saya tidak bertemu dengan bang Imad, karena saya mendengar beliau mendapatkan musibah penyakit yang menyerang otaknya yang konon membuat dia menangis sedih karena surat Al Fatihah saja dia gagal mengingatnya, padahal biasanya seluruh ayat dalam Al Qur’an beserta maknanya dia hapal. Sampai suatu ketika di tahun 98, Yusuf Miran, El 78 yang kebetulan menjadi kepala bagian di PLN proyek yang saya pimpin, membawa bang Imad ke ruang kerja saya untuk mengisi acara Isra Mi’raj di mesjid PLN. Selesai acara bang Imad bercerita bagaimana nyawanya diselamatkan Allah SWT setelah hampir semua dokter terbaik termasuk ahli otak di Jerman menyerah dan mengatakan bahwa penyakit bang Imad tidak mungkin disembuhkan. Bang Imad melanjutkan ceritanya setelah acara bahwa suatu hari tetangganya mengajak beliau untuk mencoba berobat kepada Nurul Yakin, mantan perawat di RS M Jamil Padang yang memperoleh berkah kepandaian untuk mengobati penyakit setelah dia sendir nyaris kehilangan nyawanya karena penyakitnya yang tak tersembuhkan. Awalnya dia sempat memaki-memaki Uun, panggilan Nurul Yaqin sebagai musyrik dan ngotot tidak mau mengikuti prosesi penyembuhan sampai akhirnya bang Imad mau mengikuti shalat Tahajud yang merupakan ritual utama model penyembuhan Uun yang berpraktek di sekitar Taman Galaxy, Bekasi Barat.

Singkat kata, akhirnya bang Imad berhasil disembuhkan dalam waktu singkat dan kembali bisa berdakwah termasuk memberikan ceramah pada setiap ritual meditasi bersama Uun yang pernah saya ikuti juga di Cipayung Puncak. Bang Imad berbisik lirih kepada saya bahwa apa yang dilakukan Uun adalah prinsip pengobatan yang digunakan Ibnu Sina yang mendiagnosa penyakit dengan prisma untuk melihat keseimbangan tubuh kita dari spectrum warna yang dipancarkan lewat aura kita. Uun sempat berbisik kepada saya bahwa bang Imad memiliki aura bersinar keemasan, tingkat tertinggi yang menyebabkan penyakit beliau bisa sembuh dalam waktu relative singkat.

…….Berita itu saya terima dari bang Ikhwan Iskak, El 71, sepuluh tahun kemudian……….bang Imad menemui sang Khalik di rumahnya di bilangan Klender tanpa adanya gelegar berita…….Kedahsyatan dakwahnya yang bertekad melahirkan kader-kader untuk membela keadilan dan kebebasan manusia, ternyata tidak banyak menggerakkan hati para muridnya yang sebagian bahkan telah mencapai puncak karir di negri ini, seperti mentri???……Don’t worry, Allah lah yang tidak mungkin meninggalkan abang yang luar biasa ini…………..

Banda Aceh, 17 Januari 2012
YSL

(Ternyata mencari dokumentasi foto Jend. Sudomo saat Pangkopkamtib sulit ya ...)





Monday, January 16, 2012

Lanjutan kisah pembebasan bang Imad (Imaduddin Abdulrohim) bagian ke 3

agungeka@yahoo.com

To: ITB74@yahoogroups.com

Teman teman,

Ingin menambahkan; peristiwa 1978 dan Buku Putih pernah kita tayangkan
di milis ITB74 pada bulan February 2009 mulai thread 24525. Semoga informasi
disana bisa digabungkan dengan informasi baru yang kita tulis thn 2012 ini.
Diakhir tulisan ini, saya kopas kesan saya yang saya tulis waktu itu akan peristiwa
1978 itu.

Entah kebetulan entah ada yang mengatur, hari Sabtu tgl 14 Januari kemarin
saya bertandang ke sesepuh ex alumni ITB untuk bernostalgia. Beliau lulusan
jurusan arsitektur ITB - mungkin angkatan 50-an karena usia beliau sudah 82 tahun.
Lulusan Harvard awal thn 60-an sebelum G30S PKI meletus dan pernah menjadi
dosen ITB, yang kemudian menduduki posisi sangat tinggi dibidang perencanaan
di Citicorp Headquarter di NYC.

Kita berbincang bab peranan ITB, Soekarno s/d kondisi ITB sekarang ini dari kaca
mata beliau yang baru saja menengok kampus thn 2010 kemarin. Ternyata bukan
hanya Malari (1974) dan Buku Putih (1978) saja ITB di"permak" oleh Suharto.
Beliau menyebutkan beberapa orang nama dosen ... apakah saya pernah mendengar
nya?. Dia menguraikan cerita ... apakah saya pernah mendengarnya? Saya jawab
belum. Dari beliau saya terhenyak karena banyak sekali kekejaman yang dilakukan
rezim Suharto yang dikubur dan kita tidak tahu. Ternyata banyak sekali dosen
ITB yang brillian yang "lenyap" jaman pergoalakan G30S PKI. Dia bilang, ITB
sebetulnya kehilangan asset luar biasa, karena mereka yang hilang itu cream
of the cream nya ITB waktu itu. Seperti yang saya maklumi setelah sekian lama
hidup merantau di Amrik, biasanya orang orang top-markotop seperti ini (baik
di Amrik, Eropa, dan Asia) alirannya adalah humanist-sosialist dan sering dicap
kiri (sosialisme di Amrik kan nyaris disamakan dengan komunis - paling tidak
dianggap ekstrim kiri dan NO-NO-NO di kacamata masyarakat kapitalis Amrik).
Mereka yang lenyap bahkan banyak yang lulus dari Amrik sendiri.

Dengan mata berkaca-kaca ... saya tergagap .... menceritakan pengalaman
dari mata kepala sendiri ... bagaimana manusia berdiri berjejer disumur tua
rumahku membasuh darah dan mencuci luka korban penyiksaan RPKAD.
Hari demi hari, minggu demi minggu , bulan berganti bulan ... wajah wajah
baru berdatangan, pria dan wanita yang bersimbah darah, kepala yang tanpa
bentuk ... masih terbayang baju dan celana yang lusuh wajah yang pucat
ketakutan seperti mayat ... mereka berjajar bagaikan jeruji jeruji besi ... diam
dan kelu. Seorang anak umur 11 tahun, adik-adiknya serta teman temannya
... mereka mengenal kebiadaban anak negeri ini.

Semoga tidak terulang lagi.

salam

*******************************************************************
Re: [ITB74] Semoga Tidak Lupa Sejarah.


Teman teman,

Mata saya masih berkaca kaca kalau mengingat peristiwa itu. Saya waktu itu
masih dosen muda dan masih jabrig sepanjang bahu. Pada waktu tentara
masuk kampus saya bersama teman-teman di Jalan Ganesa, dimuka Salman
menghadang tentara. Dan kita kemudian buyar, maklum mereka memakai
mobil dengan kawat berduri dimukanya.

Sewaktu kampus diduduki selama enam bulan, hanya dosen yang boleh
masuk. Saya waktu itu masuk kampus dengan kartu dosen (KTP ku sudah
diganti pula sebagai dosen tahun 1977 - jadi konsisten). Saya lupa persisnya
kapan saya masuk kampus setelah pendudukan. Tetapi semua teringat
jelas sekali.

Saya melihat kampus sepi sekali - lengang. Daun daun kering dimana-mana,
sampah dan kertas berserakan, beberapa kaca terutama di student center
pecah. Lengang amat lengang. Di tengah kampus rasanya seperti ditengah
kuburan (kuburan masih lebih ramai) ... teman teman mudah-mudahan bisa
membayangkan yang saya saksikan dan rasakan waktu itu.

Kemudian saya masuk keruang kerjaku di departemen ... debu dimana-mana.
Meja, kursi, kertas riset dan persiapan kuliah tertutup debu. Saya
sempatkan duduk dikursi rotan ... tidak ada siapa-siapa ... saya tatap
tembok tembok. Saya berdiri dan menuju jendela kaca yang kusam ...
lengang teramat lengang ... kepalaku kusandarkan dikaca jendela,
tanganku berpegangan pada bingkai jendela dan aku menangis disitu.

Sangat pedih ... saya sampai sekarang masih bertanya "mengapa
kita semua harus melewati saat saat gelap seperti itu dalam hidup
kita yang singkat ini".

Salam




From: Robert delinom
Subject: Re: [ITB74] Semoga Tidak Lupa Sejarah.
To: ITB74@yahoogroups.com
Date: Tuesday, February 17, 2009, 1:15 AM

Agung,

Terimakasih untuk mengingatkan kembali peristiwa 31 tahun yang lalu. Saya juga jadi ingat betapa dulu ikut merasakan dinginnya Jalan Jawa 13. Saya, Damai, Dede Tresnahadi, Harry Rahaedjo (GL 74), Denny dan Suriadarma (GL 75)m serta Widiatma (GL 76) ikut terjaring ketika sedang rapat di Sekeloa dan waktu itu kampus kita sudah dipenuhi tentara. Teman2 kita di GL menyebut kita, 7 Pendekar Bloon karena tidak lari ketika markas diserang. Waktu itu takut juga kalau ketembak, euy. Damai sebenarnya lebih bloon lagi. Saat ditangkap sebenarnya cuma berlima, tidak termasuk Damai dan Widiatma. Mereka ikut ditangkap ketika mereka datang kemudian dan ditanya, apakah anda teman mereka ini? Salah satu intel yang galak pasang aksi. Saya, Harry, Dede, Surya dan Deni sudah diam saja, dengan harapan mereka segera pergi dan pura2 tidak kenal. Eh, malah Damai menjawan, iya. Ayo, kamu ikut bergabung. Akhirnya, jadi deh 7 Pendekar Bloon. rasanya lebih sebulan kita disana. Ada Ramles Manampang (MS 75?) dan Komaruddin (Biologi 68?) dan yang lainnya. Ada juga beberapa tahanan G 30 S. Lumayan juga pengalaman disana.

RD

--- On Tue, 2/17/09, agung hertanto wrote:
From: agung hertanto
Subject: [ITB74] Semoga Tidak Lupa Sejarah.
To: "ITB74"
Date: Tuesday, February 17, 2009, 10:57 AM

Teman Teman,

Mari kita tundukkan kepala sebentar. Semoga kita tidak lupa sejarah.

salam
************ ********* *******
Penyerbuan Militer ke Kampus ITB 1978
Mengapa Kalian Begitu Pengecut?


Oleh
Daud Sinjal

JAKARTA – PAGI hari 13 Februari 1978, Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Iskandar Alisyahbana mendatangi rumah Panglima Kodam Siliwangi di Jl. Wastukencana, Bandung. Ia ingin menuntut penjelasan sekaligus tanggung jawab atas perbuatan pengecut yang diyakininya dilakukan tentara.
Rumahnya, semalam, diberondong tembakan senapan mesin membabi buta. Sejumlah peluru menerabas sampai ke kamar tidur anaknya. ”Hoe kunnen jullie zo laf zijn (mengapa kalian bisa begitu pengecut?)”, katanya begitu bertemu Panglima, Mayjen TNI Himawan Soetanto.
Panglima Siliwangi menyatakan sama sekali tidak tahu dan tidak mengerti motif penembakan tersebut. Kepada Alisyahbana, ia menegaskan, ”Keuntungan apa yang saya dapat? Sebaliknya perbuatan itu malah merugikan dan mencoreng kehormatan saya dan Siliwangi”.
Peristiwa penembakan rumah Rektor ITB di Jl. Sulanjana, Bandung adalah bagian dari tindakan kalap penguasa yang sudah tidak bisa lagi mentolerir gerakan ”inkonstitusional yang merongrong kewibawaan kepemimpinan nasional, yang menjurus penggagalan SU MPR 1978, mengancam kelangsungan pembangunan nasional, kestabilan dan keutuhan bangsa”.
Gerakan mahasiswa sudah bersemi sejak pertengahan 1977, yang diwujudkan dalam demonstrasi, arak-arakan, diskusi, DPR Jalanan, penyebaran pamflet, serta pemasangan poster dan spanduk. Hampir seluruh perguruan tinggi negeri maupun swasta bangkit bersuara. Tapi pusat kegiatannya adalah di Bandung, tepatnya di ITB.
Di kampus ITB, 24–27 Oktober 1977, diselenggarakan pertemuan 68 senat dan dewan mahasiswa se-Indonesia. Mereka mencetuskan Ikrar Mahasiswa Indonesia yang isinya mendesak MPR menggelar sidang istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Presiden RI tentang penyelewengan- penyelewengan dalam pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila.

Operasi Kilat
Memasuki Januari 1978, gerakan mahasiswa makin bergelora. Pada 14 Januari, ITB menerbitkan Buku Putih, dan 16 Januari menggelar apel kesiapsiagaan yang diikuti sekitar 3.000 mahasiswa dan dihadiri oleh rektor.

Di sini dibacakan sikap mahasiswa ITB yang ”tidak mempercayai dan tidak menginginkan Soeharto kembali sebagai Presiden RI”.
Sehari setelah apel ITB, Kopkamtib (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) bertekad menghentikan gerakan mahasiswa dan merancang operasi gerak cepat dan bersifat ”shock treatment”. Pernyataan mahasiswa ITB juga dianggap menantang pernyataan ABRI (ditandatangani Menhankam/Pangab, Wapangab, para kepala staf angkatan dan Kapolri) tepat sebulan sebelumnya yang ”akan mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang akan merongrong kewibawaan kepemimpinan nasional”.
Operasi gerak cepat ini dilancarkan 18 Januari dan dinamai ”Operasi Kilat”. Pokok-pokoknya adalah: menangkap semua pimpinan dewan dan senat mahasiswa yang menandatangani ”Ikrar Mahasiswa 28 Oktober 1977”, ”black out” kampus dari media massa dan memberangus untuk sementara koran-koran yang ”mengipasi” (antara lain Sinar Harapan, Kompas, Merdeka).
Kemudian, masuk ke kampus-kampus untuk menindak rapat-rapat dan poster-poster. Menindak tegas Pati ABRI yang memberi angin. Membantu rektor untuk berani menjatuhkan sanksi akademis terhadap mereka yang terlibat gerakan.
Fokus operasi adalah Bandung, khususnya ITB. Ke sana dikerahkan pasukan berkekuatan 2.000 personel, terbagi dalam 12 satuan setingkat kompi. Pada 20 Januari mulai dilakukan penangkapan- penangkapan dan dini hari 1 Februari, tentara masuk menertibkan kampus-kampus.
Operasi Kilat di Jawa Barat menangkap 98 aktivis mahasiswa dari ITB, Unpad, Unpar, IPB, Unisba, IKIP Bandung, dll. Namun kendati pimpinan mahasiswa sudah ditangkap atau buronan (Rizal Ramli dan Al Hilal Hamdi baru ketangkap tiga bulan kemudian), kegiatan perlawanan di Kampus ITB (aksi mogok kuliah dan agitasi radio) terus berlangsung.
Kampus itu malah dijadikan tempat konsentrasi, bukan saja oleh mahasiswa ITB, tapi juga mahasiswa perguruan tinggi lain. Maka pada Kamis, 9 Februari, khusus pada ITB dilancarkan penyerbuan, kali ini dengan cara bengis yang menyebabkan delapan mahasiswa dan pelajar luka-luka. Kampus ITB diduduki tentara.
Setelah pendudukan militer itu, Rektor ITB Iskandar Alisyahbana masih membentuk Dewan Pemulihan yang diketuainya sendiri, padahal Jakarta menghendaki dia diganti, serta Menteri P dan K telah mengirim Dirjen Perguruan Tinggi Prof. Dody Tisnaamijaya, untuk menormalkan ITB.
Lagipula, Alisyahbana harus dicegah kehadirannya pada rapat kerja rektor se-Indonesia yang akan dibuka presiden 14 Februari.
Pak Harto jangan sampai bertatap muka dengan sang rektor yang telah membiarkan mahasiswa dan kampusnya menyinggung kehormatannya sebagai kepala negara. Rumah sang rektor diberondong tembakan, itulah salah satu isyarat keras dia harus mundur. Tanggal 16 Februari, Alisyahbana menyerahkan jabatannya kepada rektorium ITB yang diketuai Prof. Soedjana Sapi’ie.

”Strategy of Indirect Approach”
Panglima Siliwangi Mayjen Himawan Soetanto mengatakan bahwa pasukan yang menyerbu ITB 9 Februari itu bukanlah kesatuan organik Kodam Siliwangi. Dan ketika penyerbuan brutal itu terjadi, ia sedang berada di Cirebon. Penembakan rumah rektor—berdasarkan pengakuan—juga oleh oknum dari luar Siliwangi.
Sejak semula Himawan merasa tidak perlu melakukan tindakan militer terhadap gerakan mahasiswa. Dalam pengarahannya kepada jajaran Kodam Siliwangi dan ABRI se-Garnisun Bandung-Cimahi dan juga di depan rapat pimpinan Golkar Jawa Barat serta Angkatan Muda Siliwangi, Panglima menggariskan strategi pendekatan tidak langsung.
Ia adalah penganut ajaran Liddle Hart, strategy of indirect approach. Dalam briefing semenjak Oktober 1977 sampai Januari 1978, berulangkali ia menguraikan siasat tersebut, yakni ”pengikatan” gerakan mahasiswa dalam lingkungannya sendiri agar tidak link-up dengan masyarakat luas.
Pendekatan ke tokoh masyarakat, partai politik, alim-ulama untuk membentuk basis massa yang kebal dari pengaruh agitasi mahasiswa (dan kelompok pressure group lainnya). Terhadap mahasiswa sendiri diadakan pendekatan dan dicegah turun ke jalan.
Kekerasan militer haruslah benar-benar sebagai last resort, karena dikhawatirkan akan merusak kepercayaan pada Siliwangi sebagai tentara rakyatnya Jawa Barat. Dan memulihkannya tidak cukup satu-dua generasi. Tapi sikap Himawan Soetanto itu oleh Jakarta dianggap sebagai keraguan, bahkan insubordinasi.
Maka bertepatan dengan pelaksanaan Operasi Kilat, Kopkamtib menurunkan Panglima Kowilhan II Jawa Letjen Wijoyo Suyono ke Bandung. Namun, Laksus Kopkamtib Wilayah Jawa-Nusa Tenggara itu memilih bermarkas di Batujajar. Belakangan, ia mengatakan menjalankan perintah atasan, tapi percaya Himawan Soetanto tahu apa yang sebaiknya ia perbuat.
Rabu pagi, 20 Februari 2008, para eksponen gerakan mahasiswa ITB 1977-1978 akan memperingati peristiwa 30 tahun lalu itu dengan diskusi dan pameran foto di Gedung Usmar Ismail, Jl. Rasuna Said. Para eks tawanan Operasi Kilat tersebut antara lain Rizal Ramli, Al Hilal Hamdi, Heri Akhmadi, Moh. Iqbal, Indro Tjahyono. n







Copyright © Sinar Harapan 2003

Lanjutan kisah pembebasan bang Imad (Imaduddin Abdulrohim)

Re: [ITB74] Saya, Agus Darmadi, diantara Sudomo dan Imaduddin JILID 2Monday, January 16, 2012 3:03 PM
From: "Supriadi Legino" Add sender to Contacts
To: ITB74@yahoogroups.com

Sebelum melanjutkan cerita pembebasan bang Imad, saya mencoba menguras
memori saya untuk mengingat cirri-ciri unik dari para karakter dalam
kisah ini sebagai berikut

………Doktor lulusan Amrik yang ngajar analisa sistim tenaga ini
merupakan dosen kebanggaan anak-anak elektro 74 walaupun lebih dari 90
% jadwal kuliahnya ngaco karena dia sering travelling sehingga
kuliahnya sering dirapel pada hari Sabtu dari pagi sampai sore, dan
bahan kuliahnya tulisan tangan sendiri (belum ada laptop boo) yang
dibuat di pesawat katanya. Ciri khas pak John yang anak Pangalengan
tapi istrinya bule ini, kalau ngajar kakinya lebih banyak di atas meja
daripada di lantai, mungkin ini yang membuat anak-anak semangat
walaupun 3 malam nggak tidur karena harus menyelesaikan iterasi yang
nggak kunjung mengerucut (maklum saat itu Cuma kalkulator hp saya saja
sudah termasuk yang paling top).saat ini Dr. Sudjana Sapiie mengajar
di ITB dan masih segar dan sehat, data yang bagus-bagusnya tentang
beliau silakan google aja ya……

Prof. Dr. D.A. Tisnaamijaya menurut saya adalah satu-satunya Rektor
ITB sementara yang lainnya hanya menggantikan beliau. Sosok pak Doddy
yang tegas bercahaya tapi tetap menunjukkan ciri “orang Sunda yang
santun” membuat beliau disegani kawan maupun lawan dan layak dijadikan
panutan anak itb sepanjang masa. Saya bangga karena ijazah itb saya
ditanda tangani beliau walaupun saat itu pak Doddy sudah tidak di itb
lagi. Pak Doddy yang dalam kisah ini menjabat dirjen dikti merupakan
karakter kunci dalam proses pembebasan bang Imad.

Kalau ngajar, jagoan petir dan proteksi ini lebih banyak ngobrol
sendiri dengan papan tulis, tapi anak-anak elektro juga boleh bangga
sama doctor lulusan Jerman ini. Dr. Ing. KT Sirait termasuk satu
diantara sedikit pakar tegangan tinggi yang ada di Indonesia saat itu.
Apalagi beliau adalah pembimbing utama skripsi saya walaupun waktu
sidang dia yang menghajar saya sehingga harus ada perbaikan
(belakangan dia minta maaf karena dia tidak sempat membaca detail
skripsi saya yang memilih outlier case, dasar supriadi senangnya cari
penyakit). Dalam kisah ini pak Sirait yang waktu itu Ketua Jurusan
Elektro merupakan pembuka jalan dalam proses pembebasan bang Imad.
Seperti kebanyakan alumni itb yang pembosan di profesinya, pak Sirait
saat ini menjadi staf ahli di DPR setelah sempat menjadi wakil rakyat
mewakili Partai Damai Sejahtera.

Agus Darmadi, anak itb 74 yang satu ini merupakan salah satu sosok
unik dari species elektro. Walaupun badannya nyaris kaki semua
(Nyuwun sembah pangapunten injih den Agus) dan gayanya yang dingin
tapi anak Semarang ini sering menjadi andalan untuk bikin PR karena
ditunjang keenceran otaknya yang di atas rata-rata. Yang saya selalu
ingat adalah keberanian AD yang rajin bikin tulisan di Papeng (papan
pengumuman) HME dan menyebut dirinya sebagai PKI (penulis karangan
ini). Selepas itb Agus seperti saya bekerja di PLN karena terjebak
ikatan dinas 30 ribu rupiah yang saat itu bisa untuk nraktir 10 orang
di sate hadori dan goreng jeroan di Ponyo . Saya hanya ingat bahwa
hanya Agus sendiri yang menemani saya dalam usaha pembebasan bang Imad
ini, tapi otak bapak Satar saya yang sudah dumb ini tidak berhasil

mengorek memori, bagaimana asal usul Agus Darmadi ikut dalam cerita
ini. Lebih baik Agus sendiri nanti yang sharing di Milis yaa….

Sudomo, sebagai panglima Kopkamtib waktu itu, Jendral bermuka ramah
tap ber hati dingin ini bisa diibaratkan sebagai Giam Lo Ongnya (dewa
pencabut nyawa) orde baru yang setiap saat bisa memerintahkan Hek Pek
Moko, iblis kembar hitam putih dengan penggebuk Tok Kak Tong Jin nya
untuk menghabisi siapa saja yang dianggap menghalangi kerajaan orde
baru. Walaupun saat itu saya sangat benci pada kedzaliman baju hijau,
tapi secara pribadi saya respek sama Sudomo, kenapa? Berkat perkenan
dialah saya sama Herdi Waluyo (El itb 74) berhasil mendapatkan
sumbangan pemerintah untuk menyelesaikan mosaic putih menara Salman
yang berdiri tegar sampai saat ini…………

Supriadi (waktu itu nggak pakai Legino)…. Naah kalau karakter yang
ini saya kenal baik, maklum hampir semua sifat dia luar dalam mirip
banget sama saya. Cuma bedanya dengan Supriadi, saya seperti Yan Satar
Kuryana kepalanya bolenang sementara Supriadi lebih kurusan dan
rambutnya tebal dan panjang dan sedikit ikal di bahu. Tapi jauh
lumayan daripada kayak Rawono Sosrodimulyo, anak Cepu yang setiap hari
perlu “ngeblow rambutnya pakai sisir alumunium yang diikat di solderan
(catok.com). Salah satu kebanggaan EL 74 adalah Dedi Dhores mirip
Supriadi dan Rawono mirip Edi S. Tonga.

Strength:

Supriadi adalah anak ITB 74

Weaknesses

Banyak: yang jelas dia jago molor (paling tidak dua kali dibangunkan
dosen waktu kuliah di Amerika dan sekali nabrak oplet masuk selokan di
Sicincin Padang). Dia juga sensornya suka eror kebalik atau rada suka
cari penyakit; orang masuk SMA 3 Bandung yang ngetop dia malah masuk
SMA I yang biang jojing, disarankan psychotest masuk arsitek malah
pindah elektro sampai nyaris pindah ke ITT karena frustasi dengan
teori medan sementara melihat temennya pinter-pinter seperti HGS,
waktu masuk PLN orang rebutan di Jawa dia malah minta di Maninjau
(alasannya pengen naik kapal terbang gratis), ditawarin jadi direksi
PLN malahan minta sekolah ke Amrik.. ancur deh......

Profil asmara remajanya lebih amburadul lagi; kalau lagi ada yang
dikecengin noraknya keluar (misalnya pernah waktu naksir anak TP dia
pakai celana putih cutbray dan baju batik safari dengan bross
serenceng peniti dan jarum pentul dilengkapi dengan sepatu putih hak
15 cm). Anehnya semakin dia ngebet sama cewek malah semakin jutek sama
si cewek, kalau mau PDKT dating ke rumah cewek malah bersyukur kalau
ceweknya nggak di rumah. Pernah pacaran sekali dan kapok karena rugi
waktu katanya, dan memilih lebih suka bergerombolan sama batangan.com
sebangsanya si Ujang Kusmayadi dan Rawono Silitonga. Tapi menuruk
kisah yang lain dikabarkan akhir kisah cintanya berakhir bahagia
karena Tuhan mempertemukan dia dan menikah dengan anak ASMI kelahiran
Cianjur yang mengerti bahwa dibalik kelakuannya yang judes norak
terkandung kasih saying yang sejati sama wanita. Katanya dia bahagia
banget sampai sekarang dengan istrinya ini
……………

Anda puas sampaikan pada teman, anda kecewa sampaikan kepada kami,
itulah semboyan Simpang Raya Cipanas yang baru saja kami tinggalkan
setelah ditraktir pak John yang katanya lama di Amrik tapi ternyata
makannya banyak hehejoan (daun singkong). Mobil meluncur melewati
Puncak Pass dan menurun kembali menuju arah Cipayung di tengah
perkebunan the dan hawa yang segar, sesegar harapan untuk dapat
membebaskan bang Imad, guru dan tokoh yang saya hormati. Semakin dekat
dengan kota Jakarta lepas dari tol (tambah ongkos lancar) jagorawi
entah kenapa perasaan saya semakin tegang, maklum akan bertemu dengan
Sudomo yang pastinya tahu persis apa yang terjadi di kampus ITB waktu
itu. Walaupun saya sama Agus sudah siap dengan strategi untuk
berbicara dengan Sudomo tentunya diamankan juga oleh paraj Lo Cian Pwe
ITB, tetap saja ngeri menghadapi Giam Lo Ong nya Indonesia itu.
Akhirnya sampailah kita di kantor Dirjen Pendidikan Tinggi dan menemui
kenyataan bahwa ada sedikit kendala dalam renana kita.

Seandainya waktu itu sudah ada HP tentu ceritanya akan lain.

Euleuh euleuh waktosna seep……………hapunten ka para pangiarsa sadaya,
panggilan Boarding sudah menggema saya mau terbang dulu ke Banda Aceh
ya..........................

ITB DAN PERUBAHAN MASYARAKAT DI INDONESIA

KILAS BALIK DAN PERSPEKTIF
1
Oleh: Gede Raka
PENDAHULUAN
‘KOK ITB DIAM SAJA?’
1. ‘ Mengapa ITB diam saja?’. Ini adalah sebuah pertanyaan yang sering diajukan
oleh banyak orang dari luar ITB kepada orang-orang ITB, khususnya kepada
civitas akademika ITB. Pertanyaan ini dilontarkan khususnya pada saat
masyarakat Indonesia mengalami masalah sosial, ekonomi dan politik yang
meresahkan masyarakat luas.
2. Pertanyaan ini menyiratkan bahwa masyarakat mengharapkan ITB menjalankan
peran besar dalam mengahadapi masalah sosial, ekonomi dan politik di Indonesia.
Apabila ITB dirasakan tidak melakukan apa-apa dalam menanggapi masalah
tersebut, orang-orang-orang akan bertanya dan berkomentar , ‘ Kok ITB diam
saja?’
3. Hal yang sangat menarik adalah reaksi orang-orang ITB menghadapai pertanyaan
seperti itu. Pada umumnya atau majoritas orang-orang ITB tidak siap menjawab
apabila pertanyaan seperti itu diajukan secara langsung dan tiba-tiba . Reaksinya,
bisa hanya tersenyum saja karena tidak tahu apa yang harus dikatakan, atau
mencoba mencari-cari jawab, sekedar menjawab, supaya tidak kelihatan ‘tidak
tahu’. Sudah barang tentu ada orang-orang ITB yang bisa memberi jawaban yang
masuk akal, namun menurut pendapat saya, mereka itu sangat sedikit jumlahnya.
4. Keadaan seperti di atas memberi indikasi adanya ketidak-selarasan atau
kesenjangan antara harapan yang sangat besar pada masyarakat tentang
kontribusi yang dapat diberikan oleh ITB dalam perubahan masyarakat di
Indonesia dengan kesadaran, pemahaman, persepsi atau sikap majoritas
masyarakat ITB tentang peran ITB di tengah-tengah masyarakat. Risalah ini akan
menengok kembali beberapa hal yang secara langsung atau tidak langsung
nampaknya menjadi penyebab dari tumbuh dan berkembangnya harapan
masyarakat terhadap ITB agar mengambil peran besar dalam perubahan
masyarakat. Di samping itu akan ditunjukkan juga beberapa keterlibatan dan
upaya unsur-unsur Kampus Ganesa 10 dalam perubahan masyarakat yang tidak
banyak dibicarakan. Dari sini kemudian ditarik beberapa pelajaran dan dijajagi d
1
Risalah disampaikan pada Lokakarya Majelis Guru Besar ITB, ‘Dari TH hingga ITB 2003’, di Gedung
BPI ITB, tanggal 26-27 Januari 2004.
1lingkup upaya yang dapat dilakukan ITB dalam menyikapi harapan masyarakat
yang sangat besar itu.
BAGIAN I. PEMICU BESARNYA HARAPAN MASYARAKAT
TERHADAP ITB
EFEK HALO SOEKARNO.
1. Dalam psikologi dikenal adanya fenomena efek Halo. Sifat atau karakter yang
menonjol pada seseorang dipakai sebagai dasar untuk menilai keseluruhan sifatsifat seseorang. Walaupun kemampuan mengajarnya sama, seorang guru yang
rupawan kemungkinan besar mendapat penilaian lebih baik dari murid-muridnya
dalam kualitas pengajaran dari seorang guru yang tidak rupawan. Dalam
kaitannya dengan kontribusi ITB dalam perubahan masyarakat di Indonesia,
fenomena efek halo terjadi terhadap ITB. Perjuangan Soekarno, sebagai salah
seorang alumni TH, sebagai pemimpin yang sangat menonjol dalam pergerakan
kemerdekaan, menyebabkan masyarakat mengasosiasikan ITB sebagai sebuah
lembaga yang menjadi sumber dari pikiran-pikiran baru dan sumber dari
pemimpin-pemimpin berkarakter yang mampu membawa perubahan besar pada
masyarakat, khususnya perubahan sosial dan politik. ITB diasosiasikan dengan
Soekarno
2. Soekarno, masuk TH pada tahun 1922. Dalam angkatan 1922 ini ada empat
orang mahasiswa ‘Indonesia’. Soekarno menyelesaikan studinya pada tahun 1926.
[1]. Apabila dicermati, dalam gerakan politiknya, Bung Karno tidak membawa
atribut ITB, apakah itu atribut mahasiswa atau alumni ITB. Untuk mewadahi
kegiatan politiknya Soekarno mendirikan Partai Politik. Bahkan kegiatan
politiknya meningkat sesudah Soekarno menyelesaikan kuliahnya di TH. Enam
puluh dua Soekarno yang dikumpulkan dalam Buku Di Bawah Bendera
Revolusi , tulisan petamanya dimuat dalam ‘Suluh Indonesia Muda’ pada tahun
1926 [ 2 ]. Pengadilan terhadap Soekarno di Bandung terjadi pada tahun bulan
Agustus 1930 [3].
3. Suka atau tidak suka, sebagai imbas dari peran Soekarno yang sangat menonjol
sebagai salah satu pemimpin dalam perjuangan mencapai kemerdekaan, ITB
telah diasosiasikan oleh masyarakat sebagai pengambil inisiatif gerakan
pembaharuan, sebagai tempat digemblengnya pemuda-pemuda dengan potensi
kepemimpinan yang tinggi. Oleh sekelompok orang,hal ini dilihat sebagai beban
sejarah, sebab ada yang berpendapat bahwa sebagaian terbesar masyarakat ITB
tidak sehebat yang dibayangkan orang lain. Di pihak lain bagi sebagaian civitas
akademika ITB, terutama para mahasiswa, hal ini menjadi sumber inpirasi,
menjadi pendorong untuk melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang dianggap
dapat membawa dampak luas dan besar di masyarakat.
24. Dari sudut pandang perubahan sosial, berikut ini adalah beberapa upaya
Soekarno untuk membangkitkan kekuatan rakyat Indonesia untuk mencapai dan
mempertahahankan kemerdekaan: .
 Menumbuh-kembangkan rasa kebangsaan yang kuat.
Memang banyak tokoh pergerakan yang beraliran kebangsaan. Namun
Soekarnolah tokoh yang paling depan dalam menanamkan rasa
kebangsaan dalam hati sanubari setiap warga Indonesia (dulu Hindia
Belanda) dan tanpa kenal lelah terus memupuk dan menguatkannya.
Sebelum kehadiran Soekarno dalam kancah perjuangan kemerdekaan,
warna kedaerahan dalam pergerakan melawan Belanda sangat kuat.
Soekarno tidak pernah hentinya-hentinya mengingatkan masyarakat
Indonesia bahwa di balik perbedaan-perbedaan yang menjadi ciri khas
sebuah kelompok masyarakat ada sebuah ideologi dan perasaan yang
menyatukan masyarakat yang berbeda-beda ini, yaitu ikatan batin sebagai
sebuah bangsa.
 Menumbuhkan aspirasi tentang masa depan bersama.
Di tengah aspirasi kelompok yang berbeda-beda, Soekarno dapat
merumuskan aspirasi yang dapat diterima oleh semua pihak yaitu aspirasi
mencapai kemerdekaan segera. Soekarno menggambarkan kemerdekaan
sebagai ‘jembatan emas’ yang diperlukan agar bisa menyebarang untuk
membangun Indonesia yang dicita-citakan di seberang jembatan emas itu.
Sebagai komunikator ulung, sebelum kemerdekaan, Soekarno dengan
sangat cerdas merumuskan, mengkomunikasikan, dan memfokuskan
pandangan bangsa ini tentang masa depan yaitu persatuan dan
kemerdekaan.
 Menumbuhkan kepercayaan diri dan harga diri bangsa.
Soekarno mengembalikan kepercayaan diri rakyat Indonesia dengan terus
menerus menyatakan dan memberikan argumentasi bahwa bangsa
Indonesia sudah siap merdeka ‘sekarang’. Harga diri masyarakat
ditegakkan dengan menunjukkan kebesaran yang dicapai bangsa Indonesia
di masa lalu dan betapa kayanya bumi Indonesia.
 Membangun jati diri bangsa.
Pancasila, yang kemudian menjadi bagian dari Mukadimah UUD 45,
adalah pandangan Soekarno mengenai jati-diri bangsa Indonesia yang
merdeka. Ini adalah sebuah usaha untuk menunjukkkan ciri khas bangsa
Indonesia di tengah-tengah bangsa lian di dunia.
KETERLIBATAN MAHASISWA ITB DALAM GERAKAN 1966.
1. Peristiwa kedua yang menyebabkan tingginya harapan masyarakat dalam
memelopori perubahan sosial adalah keterlibatan mahasiswa ITB dalam gerakan
3tahun 1966 sebagai reaksi terhadap Peristiwa 30 September 1965. Peristiwa 30
September 1965 telah menempatkan Partai Komunis Indonesia ( PKI) sebagai
tertuduh, sebagai penggerak utama dari peristiwa tersebut. Muncullah gerakan
mahasiswa yang bergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI)
yang salah satu tuntutannya adalah membubarkan PKI.
2. Banyak tokoh-tokoh mahasiswa ITB yang menjadi pimpinan KAMI. Dalam
gerakan ini mahasiswa bergandengan tangan dengan tokoh-tokoh militer dari
unsur-unsur Angkatan Bersenjata Indonesia. Aksi-aksi mahasiwa ini menjadi
salah satu penyebab utama dari ‘pengalihan kekuasaan’ atas dasar Surat Perintah
Sebelas Maret ( yang sampai saat ini masih kontroversial keberadaannya), dari
President Soekarno kepada Jenderal Suharto dan naiknya Jenderal Suharto
sebagai President Republik Indonesia yang mengawali lahirnya Orde Baru di
Indonesia.
3. Sebuah era baru mulai di Indonesia. Tokoh-tokoh mahaiswa ITB ikut aktif
melahirkannya. Perubahan-perubahan mulai dirasakan. Beberapa diantaranya
adalah:
 Indonesia dibuka lebar-lebar untuk modal asing. Doktrin ekonomi
Berdikari (Berdiri di Atas Kaki Sendiri ) yang dicanangkan pada masa
pemerinatahan Presiden Soekarno ditinggalkan. Pasar Indonesia dibuka
lebar untuk barang-barang impor.
 Apabila pada era sebelumnya politik menjadi ‘panglima’, pada era baru
ini, pembangunan ekonomi menjadi issue utama dan peran IMF serta
Bank Dunia makin besar dalam menentukan arah pembangunan ekonomi
Indonesia.
 Ekonomi mengalami pertumbuhan sangat pesat. Demikian juga
pendapatan per-kapita rakyat Inonesia. Pertumbuhan ekonomi ini dibiayai
dengan pinjaman luar negeri dan eksploitasi secara intensif sumberdaya
alam Indonesia.
 Kekuasaan militer dalam dunia politik, dan dalam birokrasi, bahkan dalam
ekonomi makin besar. Kaum teknokrat bermitra dengan militer
menjalankan roda pemerintahan.
5. Pemerintahan Presiden Suharto berlangsung selama 30 tahun, sampai akhirnya
pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Suharto mengundurkan diri atas desakan
MPR, karena dianggap bertanggung atas krisis ekonomi yang sangat dahsyat yang
menerpa Indonesia sejak tahun 1997.
GERAKAN MAHASISWA ITB TAHUN 1978.
41. Gerakan Mahasiswa ITB tahun 1978 adalah gerakan yang sejak awal secara resmi
memakai simbol ITB, khususnya Dewan Mahasiswa ITB dalam seluruh
aktivitasnya. Ada beberapa alasan utama yang dinyatakan oleh para mahasiswa
ITB mengapa mereka melancarkan gerakan tersebut, diantaranya adalah:
 Para mahasiswa ITB, khususnya para aktivisnya,melihat bahwa kehidupan
rakyat Indonesia masih jauh dari cita-cita kemerdekaan .
 Para mahasiswa ITB berpendapat bahwa keadaan yang makin menjauhi
cita-cita itu disebabkan oleh kebijaksanaan pembangunan yang keliru,
makin maraknya penyelewengan dan penyalah-gunaan kekuasaan oleh
pejabat pemerintah.
 Para mahasiwa ITB memandang bahwa kepemipinan nasional gagal dalam
mengoreksi kebijakan pembangunan, agagal dalam mencegah
penyelewengan dan penyalah gunaan kekuasaan.
 Mahasiswa ITB berpendapat bahwa Sistem yang mengijinkan seorang
Presiden boleh memegang jabatan Presiden lebih dari dua masa jabatan
menjadi salah satu penghambat tumbuhnya dinamika politik di Indonesia
[ 4 ].
2. Hal-hal yang menjadi latar belakang gerakan mahasiswa ITB tahun 1978 ini
diuraikan oleh Dewan Mahasiswa ITB waktu itu dalam sebuah buku yang
dinamakan ‘Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978’ . Secara lebih spesifik Buku
Putih menyebutkan masalah-masalah besar dalam bidang politik, ekonomi,
hukum dan sosial-budaya yang menyebabkan mereka mejalankan gerakan
tersebut yang mereka angggap sebagai ‘manifestasi dari rasa tanggung jawab
generasi muda yang akan mengisi kemerdekaan’ . Misalnya, para mahasiswa
menyebutkan masalah-masalah politik berikut sebagai alasan mereka untuk mulai
sebuah gerakan:
 Para mahasiswa memandang bahwa Presiden mulai memusatkan
kekuasaan ditangannya, sehingga melumpuhkan kekuatan -kekuatan
politik lain.
 Makin membudayanya korupsi diseluruh sektor kehidupan.
 Anggota DPR dipandang tidak mewakili rakyat. Tidak ada sambungan
antara aspirasi rakyat kecil dengan anggota DPR.
 Sistem pemilihan umum yang proporsional bukan sistem distrik telah
menyebabkan kebanyakan anggota DPR tidak punya hubungan batin
dengan rakyat yang memilih. Anggota DPR justru diseleksi oleh
pemerintah.
 Ketua Lembaga-lembaga tinggi negara seperti Mahkamah Agung dan
BPK ditentukan oleh Presiden, sehingga mereka tidak bisa independent.
 MPR dianggap tidak mewakili rakyat karena 61 % anggota MPR tahun
1977 diangkat pemerintah.
3. Atas dasar alasan-alasan tersebut, pada tanggal 16 Januari 1978 Ketua Dewan
Mahasiswa ITB atas nama Keluarga mahasiswa ITB menyatakan ‘Tidak
5mempercayai dan tidak menginginkan Suharto kembali sebagai Presiden Republik
Indonesia’. Pernyataan Dewan Mahasiswa ITB ini nampaknya menjadi penyebab
utama didudukinya kampus ITB oleh militer, dan penangkapan beberapa orang
mahasiswa dan dosen ITB atas tuduhan menghina Presiden. Mahasiswa ITB
kemudian mogok kuliah, Rektor ITB mengundurkan diri, dan Pangkopkamtib
membekukan seluruh Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa seluruh Indonesia
Pasukan militer meninggalkan kampus ITB pada tanggal 25 Maret 1978.
BAGIAN II. SUMBANGAN DAN UPAYA YANG TIDAK BANYAK
DIBICARAKAN
KETERLIBATAN UNSUR-UNSUR GANESA 10 DALAM PERJUANGAN 45 [ 5 ].
1. Pada bulan Maret !942 Balatentara Dai Nippon telah mengambil alih seluruh
kepulaun Indonesia dari penjajahan Belanda. Terhentilah semua kegiatan sekolah,
dari sekolah rendah sampai sekeolah tinggi. Setelah kira-kira 5 bulan diduduki
Jepang, barulah sekolah-sekolah dibuka kembali berangsur-angsur. Pada awal
tahun 1944 di bekas Kampus Technische Hogeschool di Jalan Hogeschoolweg,
sekarang jalan Ganesa 10, dibuka Kogyo Daigaku ( Sekolah Teknik Tinggi) dan
Senmongakko ( Sekolah Teknik Menengah). Para mahasiswa Kogyo Daigaku
kuliah dengan pakaian seragam celana pendek putih, baju putih, kepala gundul
dan memakai peci warna putih, tinggal di asrama hanya makan sekepal sehari. .
Mereka mau belajar teknologi, namun dalam kenyataaan mereka banyak
menghabiskan waktu untuk menjalani militer atau latihan perang dari balatentara
Jepang .
2. Boleh dikatakan keterlibatan aktif unsur Ganesa 10 dalam Revolusi 45 terjadi
setelah Proklamasi Kemerdekaan. Bung Karno dan Bung Hatta
memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia, atas nama bangsa Indonesia, pada
tanggal 17 Agustus 1945, setelah Jepang menyerah kepada tentara Sekutu pata
tanggal 15 Agustus 1945. Belanda yang didukung tentara Sekutu yang bermarkas
di Singapura, South East Asia Command (SEAC), tidak mengakui kemerdekaan
Indonesia. Mereka menginginkan Indonesia diserahkan kembali kepada Belanda
menjadi jajahan Belanda. Jepang yang telah menyerah kepada Sekutu menerima
perintah dari Sekutu untuk membubarkan Republik Indonesia, menangkap
pemimpin-mempinnya, dan menyerahkan Indonesia secara utuh kepada Sekutu.
3. Asrama mahasiswa Dago 104 ( sekarang Dago 126), Asrama Dacosta Boulevard
1-3, sekarang menjadi Hotel Sawunggaling, dan Kampus Ganesa 10 menjadi
tempat berkumpul dan berdiskusinya para pemuda daN mahasiswa yang
didadanya berkobar semangat perjuangan untuk mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan. Mereka mulai melucuti senjata tentara Jepang dan
menyembunyikannya.
4. Dua bulan setelah proklamasi kemerdekaan, pasukan Inggris masuk kota
Bandung. Mereka menempatkan diri di bagian Utara kota. Jepang mulai diperalat
6oleh Inggris. Asrama-asrama mahasiswa dicurigai. Asrama Dacosta diserbu
serdadu-serdadu Jepang yang diperintah Inggris-Belanda untuk mencari senjata.
Kampus Ganesa 10 ditingkar oleh pasukan Gurkha dan dan Jepang, dan kemudian
Kampus Ganesa 10 dihujani peluru mortir. Karena suasana kota Bandung, maka
Sekolah Teknik Tinggi, demikian sebutan resmi yang dipergunakan oleh para
mahasiswa di samping sebutan Kogyo Daigaku, diungsikan ke Ibu Kota Revolusi
Yoyakarta, dan disebut STT Bandung di Yogya.
5. Di Yogya, perkuliahan diatur sedemikian rupa untuk memungkinkan pembaktian
diri para dosen, mahasiswa dan karyawan dalam perjuangan mempertahankan dan
menegakkan kemerdekaan. Para mahasiswa bergabung membentuk pasukan
mahasiswa dengan nama Corps Mahasiswa (CM) dan yang bersama-sama
dengan Tentara Pelajar (TP) bergabung membentuk TNI Brigade XVII yang
langsung ada dibawah pimpinan MTT ( Markas Tertinggi Tentara). Para
mahasiswa yang tinggal di Bandung meneruskan perjuangan dengan
menggabungkan diri pada berbagai badan perjuangan dan ketentaraaan: ada yang
masuk menjadi anggota Polisi Tentara, masuk dalam jajaran kementerian luar
negeri, ada yang masuk badan intelijen, ada yang membentuk batalyon.
6. Unsur Ganesa 10, mahasiswa, pelajar, karyawan berperan besar dalam medirikan
Bagian Kimia Persenjataan dan Pabrik Senjata Siliwangi. Kesatuan inilah yang
mendirikan Persenjataan Divisi Siliwangi. Awal Pebruari 1948, Satuan
Persenjataan Siliwangi berhijrah ke Yogya melalui kota Tasikmalaya yang
diduduki militer Belanda. Bagian Kimia ini yang dengan bahan-bahan seadanya
menghasilkan bom-bom batok dan ranjau darat degan daya eksplosif tinggi,
dikemas dalam kaleng dinamit dari seng. Satuan ini juga mengahasilkan granat
tangan yang diberi nama Kanibal. Satua Kimia ini juga membuat aether ad
narcosin yang dipakai untuk mebius dalam operasi darurat bagi pejuang yang
tertembak. Unsur-unsur Ganesa 10 benar-benar terlibat dalam pertempuran.
Menurut catatan 10 orang mahasiswa dari kampus Ganesa 10 gugur dalam
berbagai pertempuran .
KEWIRAUSAHAAN DAN TEKNOLOGI TEPAT-GUNA
1. Ada beberapa pandangan dan keadaan yang menjadi pemicu dari perhatian dan
keterlibatan ITB dalam pengembangan kewirausahaaan dan pengembangan
teknologi tepat guna pada awal tahun 1970-an. Diantaranya adalah:
 Kecemasan akan makin melebarnya jurang antara kelompok kaya dan
miskin, perbedaan antara kemajuan di kota dan di daerah pedesaan.
 Laporan kelompok MIT kepada ‘Club of Rome’ yang dimuat dalam buku
‘The Limit to Growth’ yangmenyatakan bahwa apabila kecenderungankecenderungan di masa lalu dalam pembangunan ekonomi diteruskan,
dunia akan melampaui batas-batas kemampuannya untuk berkembang
dalam beberapa generasi yang akan datang dan akan mengalami
malapetaka.
7 Pandangan Schoemaher tentang ‘small is beautiful’.
 Adanya kebutuhan bantuan teknologi sederhana untuk memecahkan
persoalan hidup sehari dari beberapa daerah di Indonesia, yang
disampaikan oleh para pastur Indonesia, yang dilayani oleh sebuah
kelompok kecil di TH Eindhoven [ 6 ].
2. Tujuan ITB mengembangkan kewirausahaan dan teknologi tepat guna adalah
untuk memberikan sumbangan dalam memberdayakan masyarakat luas,
mengurangi penganguran dan meningkatkan pendapatan mereka. Walaupun ada
teknologi yang dikembangkan, namun kata kuncinya adalah pemberdayaan
masyarakat luas. Pengembangan kewirausahaan diharapkan akan lebih banyak
orang-orang yang bisa menciptakan pekerjaaan sendiri. Di samping itu kelompok
yang mengembangkan gagasan ini di ITB meyakini bahwa tanpa jiwa
kewirausahaan, teknologi tidak akan memberi manfaat yang diharapkan, bahkan
sebaliknya bisa menjadi beban.
3. Awal tahun tujuh puluhan, ITB adalah perguruan tinggi Indonesia yang pertama
terlibat dalam upaya pengembangan kewirausahaan di Indonesia. Dengan bekerja
sama dengan UNIDO, McBer Company yang bermarkas di Boston dan Bank
Dagang Negara (BDN), Development Technology Center (DTC) ITB
mengembangkan paket pelatihan dan kelompok pelatih kewirausahaan dan
membantu beberapa pengusaha kecil nasabah BDN dalam mengembangkan
usahanya. Pelatihan-pelatihan kewirausahaan ini dimulai pada akhir tahun 1975.
4. Banyak yang tidak mengetahui bahwa kata kewirausahaan yang banyak dipakai
pada saat ini sebagai terjemahan entrepreneurship adalah istilah yang direka dan
dilontarkan oleh kelompok pembina kewirausahaan ITB. Waktu itu ada kelompok
lain yang memakai istilah ‘kewiraswastaan’ sebagai terjemahan dari
entrepreneurship dan istilah ini sering dipakai dalam media masa termasuk di
televisi. ITB tetap memperkenalkan dan mempertahankan istilah kewirausahaan
atas dasar pertimbangan bahwa ‘entrepreneursip spirit’ yang intinya semangat
berinovasi tidak hanya ada dalam perusahaan swasta namun juga di lembagalembaga publik dan lembaga swadaya masyarakat. Disamping itu kata
‘entreprendre’ yang menjadi dasar dari kata ‘entrepreneuship’ artinya ‘berusaha’
atau ‘mengusahakan’.
5. Sekarang, bermacam-macam lembaga, lembaga pemerintah, perguruan tinggi,
perusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat, memberikan pelatihan
kewirausahaan atau sejenisnya dan menjadi pendamping perusahaan kecil.
Demikian juga, bantuan atau kredit bank untuk Usaha Kecil dan Menengah
menjadi salah satu isssue besar di Republik ini dan dijadikan salah satu kriteria
untuk mengukur keberhasilan sebuah bank.
6. Program pengembangan teknologi tepat guna dijalankan dengan bekerja sama
dengan sebuah LSM Belanda yang bernama TOOL. Jenis produk yang
dikembangkan ditujukan untuk mebantu masyarakat di daerah pedesaan.
8Beberapa teknologi sederhana dikembangkan seperti: pompa hidram, pemanas air
tenaga surya, pembangkit listrik dengan kincir angin, ferro-semen, pompa microhydro, pintu air otomatis untuk pesawahan pasang surut. Sebenarnya, dalam
pemanfaat teknologi tepat guna di daerah pedesaan, bagian yang sangat penting
adalah kemampuan untuk membangun kesadaran masyarakat dan partsisipasi
masyarakat dalam seluruh proses pembuatan dan pengoperasiaannya sehingga
teknologi itu dapat dimanfaatkan dengan baik, dipelihara dan dikembangkan
apabila ada kebutuhan yang baru.
7. Di samping mengembangkan dan membuat produk untuk mengatasi masalah di
sebuah kelompok masyarakat, melatih dan mendidik masyarakat, ITB juga
mengembangkan paket pelatihan dan penerapan tenologi tepat guna untuk
Petugas Lapangan Teknologi Pedesaan (PLTP). Dalam program ini ITB bekerja
sama dengan LIPI, Universitas Diponegoro, dan Direktorat Jenderal
Pembangunan Desa Departemen Dalam Negeri. Di samping melakukannya
sendiri, team teknologi tepat guna ITB membantu kelompok-kelompok atau
lembaga lain untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang ini, termasuk
diantaranya membantu LIPI dalam mengembangkan Sistem Informasi Teknologi
Tepat Guna Indonesia (SITTGI) dan Warung Informasi (WARSI) bagi UKM di
Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
8. Kegiatan pengembangan teknologi tepat guna di ITB pada saat ini tidak lagi
segencar pada tahun-tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan, walaupun
demikian permintaan akan jasa penerapannya tetap ada. Namun demikian gagasan
dan beberapa jenis keterampilan sudah disebarkan oleh ITB ke beberapa lembaga
dan kelompok. Beberapa diantara gagasan produk atau proses bahkan oleh
beberapa pihak atau perusahaan dikembangkan menjadi kegiatan komersial
seperti pemanas air tenaga surya dan daur ulang plastik. Sayangnya ITB di masa
lalu sebagai lembaga pemerintah memang menghadapi banyak kendala dalam
memperolah manfaaat ekonomik dan finasial dari ptototipe produk yang
dikembangkannya. Memang harus diakui bahwa semangat filantropik dari
kegiatan-kegiatan pengembangan teknologi dan kewirausahaan pada saat itu
sangat menonjol.
PEMBANGUNAN YANG BERPUSAT PADA MANUSIA DAN MASYARAKAT.
1. Usaha lain yang dilakukan oleh ITB dalam hal ini dipelopori oleh Pusat Studi
Lingkungan Hidup ( PSLH) ITB dalam malakukan perubahan adalah
memperkenalkan apa yang disebut pembangunan yang berpusat pada manusia
dan masyarakat atau community-based development. Beberapa keadaan yang
berkembang pada tahun 1970-an memnjadi pemicu dari upaya memperkenalkan
konsep dan implentasi pembangunan berpusat pada manusia ini di lingkungan
ITB, diantaranya adalah:
 Pemerintahan Orde Baru memperkenalkan perencanaan pembangunan
yang terpusat dan boleh dikatakan bersifat ‘top down’. Akibatnya suara,
pandangan dan kepentingan rakyat lapisan bawah sering kali diabaikan.
9 Masyarakat lapisan bawah sering kali menjadi korban dari pembangunan
wilayah baik di kota maupun di daerah pedesaaan. Mereka bukannya
menjadi lebih berdaya karena adanya pembangunan, namun menjadi
makin tidak berdaya, mereka menjadi kelompok yang terpinggirkan.
 Pengalaman memperkenalkan teknologi tepat guna ke pedesaan
menunjukkan bahwa teknologi tidak akan memberi manfaat yang
diharapkan apabila masyarakat tidak merasa ‘memiliki’ teknologi yang
diterapkan.
2. PSLH ITB antara kurun waktu 1978-1993 tidak hanya memperkenalkan konsep,
namun juga mengiplementasikan nya pada beberapa kelompok masyarakat di
beberapa daerah. Konsep ini didasarkan atas keyakinan bahwa kelompok
masyarakat yang terorganisisr sebagai komunitas dapat mengadakan mobilisasi
sumberdayanya untuk membangun bersama dan dengan demikian dapat mengatur
diri lebih baik. Dalam penerapannya, anggota masyarakat yang bergabung dalam
kelompok terlibat aktif sejak awal sejak pengembangan gagasan, menilai gagasan,
merumuskan gagasan bersama, merencanakan, melaksanakan, mengawasi, dan
menilai program-program pembangunan mereka. Di sini masyarakat menjadi
pelaku utama pembanguan dan penjadi pemilik proses dan hasil pembangunan itu
sendiri. Keterlibatan anggota masyarakat dari awal sampai akhir merupakan
pemberdayaan masyarakat melalui proses belajar bersama [ 7 ]
3. Implementasi kosep pembangunan berpusat pada masyarakat dijalankan di
beberapa daerah pedesaaan dan juga di daerah perkotaan. Dalam implementasi
konsep ini, diperkenalkan fungsi konsultan pembangunan yang bertugas
memfasilitasi proses belajar bersama angota masyarakat yang terlibat. Dalam
mengimplemntasikan konsep ini, PSLH ITB bekerja sama dengan Facultyof
Environment Study, York University, Canada.[ 8 ].
BAGIAN III. MENCERMATI PENGALAMAN DAN MENYIKAPI
MASA DEPAN
BEBERAPA PELAJARAN DARI MASA LALU
1. Di samping ‘peristiwa’ atau upaya-upaya di atas mungkin masih ada kejadian
yang berkaitan dengan unsur-unsur ITB atau dilakukan oleh ITB yang sudah atau
diharapkan membawa perubahan pada kelompok-kelompok masyarakat. Namun
demikian dengan mencermati lima hal yang dipaparkan di atas, ada beberapa
pelajaran yang bisa diambil.
2. Dari sisi karakteristik aktor atau pelaku utamanya, baik sebagai individu atau
kelompok mereka mempunyai kesamaan ciri berikut:
10 Digerakkan oleh idealisme.
Tidak ada yang bisa meragukan bahwa tindakan-tindakan Soekarno dalam
meperjuangkan kemerdekaan digerakkan oleh idealisme yang sangat
tinggi. Demikian juga keterlibatan kelompok mahasiswa ITB dalam
Gerakan 1966 dan Aksi mahasiswa ITB tahun 1978. . Mereka
menginginkan kehidupan masyarakat yang lebih demokratis, yang lebih
berkeadilan. Bahkan program kewirausahaan dan teknologi tepat guna
yang kelihatannya bersifat teknis dipicu oleh idealisme pada kelompok
yang memprakarsianya. Mereka mengaharapkan dapat melakukan sesuatu
yang mengubah kualitas hidup masyarakat luas.
 Peka terhadap masalah sosial.
Walaupun ITB sebuah institut teknologi, mereka bukanlah orang-orang
yang hanya tertarik pada masalah teknologi, sain atau seni dalam
pengertian sempit, tetapi juga tertarik pada masalah-masalah sosial yang
berkembang di masyarakat. Kepekaaan ini sering berkembang menjadi
kepedulian terhadap masalah-masalah sosial.
 Merasa punya tanggung jawab sosial.
Mereka merasa bahwa memecahkan atau mengatasi masalah sosial bukan
urusan orang lain, namun urusan mereka. Mereka merasa bersalah kalau
tidak ambil bagian dalam upaya mengatasi masalah atau berdiam diri saja.
Rasa tanggung jawab sosial inilah yang menyebabkan mereka merasa
terpanggil untuk melakukan ‘sesuatu’.
 Kemampuan membangun komunitas.
Pelaku utama dalam perubahan ini mampu membangun kelompok yang
terdiri orang-orang yang punya cita-cita bersama dan berhimpun atas
dasar rasa saling percaya. Kelompok ini bisa saja berasal dari latar
belakang yang berbeda-beda, namun mereka mampu menemukan atau
menyusun platform bersama yang mereka sepakati.
 Keberanian untuk bertindak atau mencoba sesuatu yang baru.
Cita-cita bersama ini diterjemahkan dalam tindakan nyata, tidak berhenti
pada tingkat konsep yang abstrak. Keberanian bertindak ini sering kali
dilatar belakangi rasa percaya diri yang kuat dan kerelaan untuk menerima
risiko apabila tindakan yang diambil tidak mencapai sasaran.
3. Dari sisi proses perubahan , contoh keterlibatan unsur-unsur Kampus Ganesa 10
dalam perubahan yang disampaikan di atas menunjukkan bahwa perubahan sosial
adalah sebuah proses yang sangat kompleks dan berlangsung dalam waktu yang
lama. Proses itu dipengaruhi oleh banyak sekali faktor yang berada di luar
kendali pengambil inisiatif perubahan sehingga hasil dari proses perubahan
sering kali tidak seperti dibayangkan sebelumnya. Misalnya, tidak ada yang
membayangkan bahwa Gerakan mahasiswa tahun 1966 yang diarahkan untuk
menurunkan Prediden Soekarno dari kekuasaan guna membangun kehidupan
11bernegara yang lebih demokratis, lebih berkeadilan, lebih makmur, dan tidak
korup, telah melahirkan Pemerintahan Orde Baru yang juga dianggap tidak
demokratis dan ditandai oleh tingkap korupsi yang tinggi dan berakhir pada tahun
1998 dengan sebuah krisis besar karena runtuhnya ekonomi Indonesia. Di pihak
lain, beberapa gagasan-gagasan yang diperjuangkan oleh Gerakan Mahasiswa
ITB 1978, seperti membatasi jabatan presiden RI hanya dua masa jabatan,
memisahkan pimpinan DPR dan MPR, Ketua Mahkamah Agung dan BPK agar
dipilih oleh DPR atau MPR, agar anggota MPR hanya terdiri dari mereka yang
dipilih bukan diangkat, justru dilaksanakan 25 tahun kemudian, pada era yang
disebut era reformasi.. Issue seperti pentingnya pemilu sistem distrik, pengadilan
yang berkeadilan, dan pembrantasan korupsi yang mereka lontarkan 25 tahun
yang lalu tetap menjadi issue sentral pada saat ini.
4. Inisiatif untuk melakukan sesuatu yang punya dampak sosial luas adalah sebuah
eksperimen. Sebagai sebuah eksperimen selalu ada kemungkinan bahwa
eksperimen itu tidak mencapai hasil yang diharapkan. Namun demikian
eksperimen untuk melakukan perubahan tetap perlu dicoba . Kalau dicoba selalu
ada peluang untuk berhasil, walaupun kecil. Namun kalau tidak dicoba, pasti tidak
berhasil.
5. Ada dua sifat upaya atau aksi unsur-unsur Ganesa 10 dalam mencoba
menimbulkan perubahan di masyarakat, upaya atau aksi yang bersifat
revolusioner dan yang bersifat evolutif. Keterlibatan mahasiswa ITB dalam
Gerakan 1966 dan Gerakan Mahasiswa ITB pada tahun 1978 bersifat
revolusioner, dalam arti melibatkan kadar emosi yang sangat tinggi, penuh dengan
suasana koflik dan ketegangan, dan menginginkan perubahan segera. Sedangkan
upaya pengembangan kewirausahaan, pengembangan teknologi tepat guna, dan
pembinaan lingkungan yang berpusat masyarakat bersifat evolutif. Pada
pendekatan evolutif, sejak awal disadari bahwa hasilnya tidak akan terlihat dalam
waktu dekat dan perubahan terjadi perlahan-lahan. Nampaknya aksi yang bersifat
revolusioner lebih menimbulkan kesan yang dalam dan lebih populer di mata
masyarakat luas.
6. Dilihat dari unsur-unsur yang terlibat dalam proses perubahan sosial, unsur-unsur
ini berbeda-beda. Ada keterlibatan alumni ( kalau hal ini dapat diakui sebagai
sumbangan ITB ) seperti yang dilakukan oleh Soekarno. Sebenarnya sekarang
inipun banyak alumni ITB yang aktif dalam berbagai LSM yang juga tujuannya
membawa perubahan sosial di Indonesia. Ada saatnya mahasiswa yang berada
pada barisan paling depan dalam memperjuangkan perubahan seperti pada
gerakan mahasiswa tahun 1966 dan tahun 1978. Sampai saat ini kedua gerakan ini
yang paling diingat oleh masyarakat luas. Ada inisiatif perubahan yang
dilaksanakan lebih melembaga seperti yang dilakukan melalui DTC ITB dan
PSLH ITB. Dua upaya yang terakhir ini tidak sepopuler gerakan mahasiswa. Hal
yang perlu digarisbawahi dari kenyataan ini adalah setiap unit, kelompok atau
orang yang terpanggil untuk menyumbangkan pikiran dan karyanya untuk
masyarakat luas dapat menjadi agen perubahan sosial yang potensial.
12TANTANGAN KINI DAN DI MASA DEPAN.
1. Lima puluh delapan tahun sesudah proklamasi kemerdekaan, dibanding dengan
bangsa –bangsa lain, bangsa Indonesia dalam banyak hal belum bisa
membanggakan hal-hal yang telah dicapainya. Berikut ini adalah bidang-bidang
di mana kita punya masalah besar;.
 Birokrasi Indonesia diakui atau tidak, telah menjadi salah satu birokrasi
yang paling korup di dunia. Bahkan beberapa orang mengatakan bahwa
birokrasi Indonesia telah berubah menjadi kleptokrasi. Dalam birokrasi
Indonesia, seperti yang dinyatakan oleh Bung Hatta, korupsi sudah
menjadi budaya, menjadi norma.
 Penegakkan hukum dan keadilan yang sudah dianggkat menjadi isssue
sentral dalam Gerakan Mahasiswa ITB tahun 1978, tetap menjadi masalah
besar. Ini adalah birokrasi yang sangat korup namun tanpa koruptor.
Seandainya ada satu dua yang dihukum atas tuduhan korupsi, itu
dipandang sebagai pengecualian.
 Indonesia mengahadapi masalah sangat besar dalam bidang pendidikan
dan kesehatan.Human Development Index Indonesia pada tahun 2003
berada pada peringkat 112 dari 175 negara di dunia. Ini adalah salah satu
posisi terendah diantara negara-negara di Asia [9 ].
 Tidak ada yang membantah bahwa makin banyaknya kota-kota dan daerah
di Indonesia yang dilanda banjir adalah akibat pengrusakan lingkungan
hidup terus berjalan..
 Daya tarik Indonesia untuk investasi baru sangat rendah sementara
beberapa perusahaan-perusahaan asing yang sudah lama beroperasi di
Indonesia sudah mulai meninggalkan Indonesia. Ini berarti kemampuaan
ekonomi Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja menurun, semetara
angkatan kerja bertambah terus.
 Daya saing indusrti atau ekonomi kita salah satu yang terendah di dunia.
Dari 30 negara yang berpenduduk lebih dari 20 juta, posisi daya saing
ekonomi Indonesa pada tahun 2003 berada pada peringkat 28 [10].
 Merebaknya konflik sosial yang berbau SARA.
2. Daftar masalah yang disampaikan di atas masih terus bisa diperpanjang. Secara
umum, Indonesia mengalami masalah besar dalam pemelihararaan dan
pengembangan modal yang diperlukan untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan. Pertama, modal fisik dalam bentuk sumberdaya alam yang di masa
lalu dirasakan melimpah sekarang ini sudah menyusut drastis dan mengalami
pengusakan terus menerus. Ini terjadi karena eksploitasi besar-besaran
sumberdaya alam yang tak bisa diperbaharui dan penghacuran daya
memperbaharui-diri sumberdaya alam yang bisa diperbaharui. Kedua, Indonesia
mengalami masalah besar dalam pemeliharaan dan pengembangan modal maya,
13khususnya dalam tiga unsur modal maya yaitu kredibilitas, modal intelekual, dan
modal sosial. Korupsi yang makin berkembang dan berakar, lemahnya
penegakkan hukum, semua itu telah menurukan kredibiltas bangsa kita. Modal
intelektual yang sangat sedikit tercermin dari tingkat pendidikan dan tingkat
penguasaan pengetahuan dan teknologi. Sementara konflik sosial yang
berkepanjangan telah mengikis persediaan modal sosial bangsa kita. Pada hal,
dalam ekonomi baru yang sedang berkembang, modal maya inilah yang menjadi
sumber utama dari kesejaheraan masyarakat, bukan lagi modal fisik.
3. Hal yang lebih memeprihatinkan, sementara Indonesia terus bergulat dengan
masalah-masalah yang diciptakannya sendiri dan belum menemukan titik terang
untuk dapat dengan cepat memecahkannya, banyak negara-negara Asia yang
beberapa waktu yang lalu berada pada tingkat perkembangan yang sama bahkan
di bawah Indonesia, kini sudah berada jauh di depan Indonesia dan mereka
melaju dengan cepat. Malaysia sudah jauh di depan Indonesia, Cina maju pesat
dan menjadi kekuatan ekonomi dan politik yang makin diperhitungkan. Bahkan
Vietnam dalm beberapa indikator pembangunan seperti HDI sudah berada di atas
Indonesia.
4. Tidak perlu menjadi seorang pakar untuk menyatakan bahwa Indonesia
memerlukan perubahan-perubahan besar. Indonesia perlu menemukan cara yang
dapat mengembangkan mentalitas dan tatatanan yang memungkinkan bangsa ini
keluar dari deretan masalah besar yang diuraikan di atas dan masalah lain yang
tak kalah besarnya. Kalau tidak , bangsa ini akan makin terus tertinggal dan tidak
akan pernah punya tempat terhormat di mata bangsa-bangsa lain di dunia. Namun
demikian perlu disadari bahwa ada kelompok kecil ( saya tidak mau menyebutnya
‘elite’) yang tidak yang lebih menyukai ‘status quo’ karena mereka mendapat
kenikmatan dari ‘kerusakan yang terjadi di negara kita’. Semua orang tahu
korupsi tidak baik, akan merusak negara ini, ketidak-adilan akan menghilangkan
kredibilitas, birokrasi kita dtidak efisien. Namun korupsi terus berjalan karena ada
kelompok yang mendapat kenikmatan atau menarik keuntungan untuk dirinya
dari keadaan yang korup,yang tidak efisien, yang tidak berkeadilan. Kelompok
ini bisa berada di lembaga-lembaga negara maupun di luar lembaga-lembaga
negara.
5. Pertanyaannya adalah , bagaimana ITB menyikapi keadaan seperti itu. Pada satu
ujung yang ekstrem komunitas ITB bisa saja menganggapbahwa masalahmasalah itu bukan urusan ITB. Apalagi dalam era BHMN sekarang ini dimana
ITB harus mati-matian mencari dana untuk membiayai kegiatannya sementara
dana yang disediakan oleh pemerintah sangat di bawah kebutuhan. Daripada
menghabiskan waktu untuk memikirkin masalah-masalah besar Republik ini,
lebih baik melakukan yang praktis-praktis saja. Di pihak lain adalah secara sadar
memberikan perhatian besar pada masalah-masalah besar yang dihadapi bangsa
ini dan memperhitungkan hal ini dalam pengembangan ITB sehingga ITB dalam
posisi yang sangat baik, dengan berbagai cara melalui berbagai unsur , untuk
berkontribusi dalam proses pemecahan masalah besar ini dan mampu
14mngembangkan sisi-sisi positif masyarakat kita untuk mencapai kemajuan.
Apabila ITB berhasrat atau mencoba memenuhi harapan yang sangat tinggi dari
masyarakat, walaupun hanya sebagaian saja dari harapan itu, maka cara pandang
berikut ini perlu menjadi secara sadar perlu dijadikan bagian dari titik tolak
pengembangan ITB .
MEMBANGUN POTENSI DAN DAYA TANGGAP UNTUK BERKONTRIBUSI
DALAM PERUBAHAN SOSIAL
1. ITB sebagai lembaga pendidikan bukan lembaga pelatihan.
Secara formal ITB memang menamakan diri sebagai lembaga pendidikan.
Namun dalam perilaku masyarakatnya, sering kali tidak disadari bahwa yang
lebih menonjol adalah perilaku sebagai lembaga pelatihan. Dalam proses
pelatihan, yang dikembangkan adalah keterampilan atau skill. Apabila ribuan staf
pengajar ITB sibuk mengalihkan keerampilan atau pengetahuan dalam bidang
keahliannya kepada para mahasiswa, semua itu adalah kegiatan pelatihan.
Sedangkan pendidikan, lebih dari sekedar memindahkan keahlian atau
keterampilan. Dalam pendidikan, para peserta didik dibantu untuk menemukan
jati-dirinya, membangun karakternya. Hal ini dapat dilakukan dengan
membangun lingkungan belajar dan proses belajar yang mendewasakan, yang
meningkatkan intregritas. Jadi, dalam membangun lembaga pendidikan, bukan
hanya keahlian yang penting, namun nilai-nilai, sikap, perilaku masyarakat
akademiknya tidak kalah penting. Karena nilai-nilai, sikap dan perilaku inilah
yang akan dinilai oleh para mahasiswa untuk dijadikan bahan-bahan dalam
merumuskan atau memilih nilai-nilai, sikap atau perilaku yang mereka akan
kembangkan, yang akan menjadi bagian dari karakter mereka masing-masing.
Untuk berkontibusi dalam perubahan sosial diperlukan orang-orang yang
berkarakter, tidak hanya terampil.
2. ITB sebagai komunitas bukan pabrik.
Dalam perubahn sosial, unsur-unsur ITB akan berinteraksi dengan orang dengan
kelompok, dengan masyarakat. Sebab itu ketajaman rasa dan kepekaan sebagai
anggota komunitas hendaklah diasah dalam kehidupan di kampus dengan
mengembangkan kehidupan kampus sebagai komunitas. Dalam sebuah komunitas
cita-cita bersama, interaksi sosial, rasa saling percaya, rasa saling menghormati,
norma-norma, menjadi perekat sebuah komunitas. Seorang mahasiswa, seorang
staf non-akademik, seorang staf akademik, adalah anggota komunitas. Dia bukan
baut kecil dari sebuah mesin dalam sebuah pabrik. Sebab itu cara
memperlakukannyapun berbeda. Mahasiswa bukanlah bahan baku atau gelas
kosong, namun bibit-bibit unggul yang beragam dan potensi tumbuhnya mungkin
berbeda-beda. Staf akademik bukan mesin, bukan pula operator mesin, mereka
adalah mitra belajar, fasilitator dalam proses belajar. Dalam komunitas belajar,
pemegang sebuah jabatan bukanlah penguasa, namun hanya ‘the first among
15equals’. Komunitas ini akan berfungsi sebagai persemaian bagi semua unsurunsur ITB, mahasiswa, staf akademik, staf non akademik, sebagai perorangan
atau kelompok, untuk mengembangkan diri, mengembangkan gagasan,
mengembangkan cita-cita bersama, keahlian bersama tidak hanya untuk
berkontribusi di ITB namun juga di masyarakat luas.
3. Mengutamakan misi transformasional, tidak hanya transaksional.
Di toko-toko, di warung-warung, di super-market, terjadi kegitan transaksional.
Di perguruan tinggi pun banyak kegiatan-kegiatan yang bersifat transaksional.
Para mahasiswa harus membayar unuk mendapatkan jasa pendidikan di ITB. Para
dosen dibayar (walaupun sangat rendah) untuk jasa akademik yang mereka
berikan kepada mahasiswa atau ITB. ITB menerima bayaran untuk jasa-jasa
konsultasi yang atau jasa-jasa lain yang diberikan oleh stafnya kepada
perusahaan, lembaga-lembaga pemerintah, atau perorangan. Transaksi memang
perlu, namun tidak cukup untuk menguatkan posisi ITB dalam proses perubahan
sosial di Inonesia.. Untuk mengembangkan potensi sebagai pembaharu di
masyarakat, perlu dijaga atau dikembangkan kesadaran kuat tentang misi
transformasional dari komnitas ITB. Artinya, warga ITB dalam lubuk hatinya
merasakan bahwa ITB hadir untuk berkontribusi dalam proses perubahan
masyarakat Indonesia ke kualitas kehidupan yang lebih baik dalam arti luas.
Dalam kehidupan sehari-hari ini berarti fungsi ITB sebagai persemaian agen-agen
perubahan akan lebih mudah dijalankan bila para staf pengajarnya melihat
pekerjaan mereka di ITB tidak hanya sekedar sebagai kegiatan mencari nafkah,
atau para mahasiswa belajar di ITB tidak hanya untuk mendapatkan gelar. Dengan
lain misi transformasional komunitas ITB memerlukan adanya semacam
idealisme pada warga komunitasnya. Idealisme di sini diartikan sebagai kemauan
dan semangat untuk mencapai sesuatu yang luhur dan yang bermanfaat bagi
masyarakat luas. Dalam kaitan ini, komunitas ITB hendaknya dapat berfungsi
sebagai habitat yang dapat dimanfaatkan oleh anggotanya untuk menumbuhkan
dan mengasah idealisme mereka.
4. Perilaku komunitas yang dihela prinsip-prinsip, bukan diseret lingkungan.
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dikenal adanya prinsip-prinsip yang
diakui secara universal keampuhannya sebagai pedoman untuk membangun
kehidupan pribadi maupun masyakat yang baik dan sejahtera, seperti kejujuran,
dan keadilan. Perilaku proaktif adalah perilaku yang di hela oleh prinsip-prinsip.
Sebaliknya perilaku reaktif adalah perilaku yang diseret atau terseret lingkungan.
Salah satu penyebab dari meluasnya korupsi di Indonesia, di samping faktor
keserakahan dan lemahnya penegakkan hukum, adalah rendahnya atau tidak
adanya komitmen pelaku korupsi terhadap prinsip-prinsip yang mereka
sebenarnya sudah ketahui. Mereka melakukan korupsi, karena melihat orangorang disekitarnya juga korup dan tidak diapa-apakan. Perubahan memerlukan
orang-orang atau kelompok yang proaktif, yang berani memegang teguh prinsipprinsip, bukan orang-orang atau kelompok yang mudah terseret oleh lingkungan.
Dalam tataran praktek sehari-hari, baik sebagai perorangan, kelompok atau unit
organisasi, sangatlah penting mengklarifikasikan prinsip-prinsip yang dijadikan
16landasan, dan menguji apakah perilaku, sistem atau mekanisme yang dijalankan
sesuai dengan prinsip-prinsip. Kejelasan mengenai prinsip-prinsip ini dan
komitmen dalam menjalankannya akan menghindarkan ITB jatuh dalam jebakan
‘tujuan menghalalkan cara’, dan mencegah ITB menjadi lembaga yang bisa
‘dibeli’.
5. Meningkatkan pergaulan lintas disiplin.
Perubahan di masyarakat adalah sebuah proses yang kompleks, dan perlu
dipahami dari beraneka sudut pandang. Sebab itu ITB tidak akan dapat
mengembangkan potensinya secara optimal sebagai agen perubahan di
masyarakat apabila anggotanya terisolasi hanya dalam disiplin yang dipelajarinya
sendiri, tidak mampu berkomunikasi dengan mereka dari disipilin ilmu yang
berbeda dan mengapresiasi potensi dari disiplin atau cara pandang lain dalam
melihat sebuah masalah. Di samping pengetahuan substansial, anggota komunitas
ITB perlu memiliki pengetahuan kontesktual yang luas , seperti pengetahuan
sosial-budaya, pengetahuan ekonomi, sejarah, bahkan filsafat, agar pengetahuan
subtansial yang dimiliki dapat diterapkan dengan baik. Sering-kali niat baik untuk
menerapkan pengetahuan substantial tidak mencapai hasil yang diharapkan karena
kurangnya pengetahuan tentang nilai-nilai kulturral dan struktur masyarakat di
mana pengetahuan itu hendak diterapkan.
6. Mengembangkan lingkungan yang menyuburkan kreativitas.
Ini ungkapan klise. Namun di sini yang perlu diperhatikan adalah, dalam
lingkungan yang mendorong kreativitas selalu ada ruang untuk berbuat salah,
selama kesalahan tersebut adalah kesalahan yang tulus (honest mistake).
Kreativitas juga lebih mudah bekembang dalam lingkungan dengan budaya
apresiatif, bukan budaya sinis. Kreativitas inilah yang menjadi inti dari
kewirausahaan, baik di sektor swasta, sektor publik, dan sektor kemasyarakatan.
7. Mengembangkan modal sosial dan meningkatkan serta menjaga
kredibilitas.
Sebagai salah satu perguruan tinggi yang tertua di Indonesia, ITB menjadi salah
satu sentra modal intelektual dalam bidang sain, teknologi dan seni di Indonesia.
Namun untuk menjadikan modal intelektual punya arti bagi perubahan sosial di
Indodesia, unsur-unsur komunitas ITB perlu bekerja sama dengan pihak-pihak
lain dan kerja sama itu didasarkan atas dasar prinsip-prinsip yang dihormati oleh
pihak-pihak yang bekerja sama. Nampaknya perlu dipikirkan kembali hubungan
ITB denganpara alumninya. Sebab para alumni dapat menjadi bagian utama dari
komunitas ITB dalam menjangkau masyarakat luas. Selanjunya, dalam
memperkenalkan sebuah perubahan, kredibilitas memegang peran sangat besar.
Kredibiltas ini sekurang-kurangnya bersumber pada dua hal, yaitu memebrikan
kinerja yang dijanjikan dan bertindak ethikaldalam memenuhi janji tersebut.
CATATATAN PENUTUP.
171. Dalam upaya mengembangkan ITB sebagai persemaian bagi mereka yang ingin
memberi sumbangan dalam perubahan sosial, tidak ada ilusi bahwa semua
anggota komunitas ITB akan menjadi agen-agen perubahan di masyarakat.
Niatnya adalah menyediakan lingkungan sosial yang lebih baik untuk membantu
mereka yang punya potensi untuk dapat mengembangkan potensinya secara
maksimal, dan memperkecil hambatan untuk pengembangan potensi tersebut.
2. Perlu juga diwaspadai jebakan dari gemerlapnya peristiwa-peristiwa yang
melambungkan nama ITB di masa lalu, sehingga kita cenderung mengecilkan
atau meremehkan sumbangan anggota komunitas ITB bagi masyarakat yang
dilakukan secara diam-diam namun tulus. Jebakan yang lain adalah, menganggap
bahwa cara-cara yang berhasil di masa lalu akan dengan sendirinya berhasil di
masa yang akan datang. Sebab itu sangatlah penting memahami konteks
permasalahan pada jamannya.
REFERENSI
[1] Adjat Sakri ( Editor) , ‘ Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan Lustrum 4’, Penerbit
ITB, 1979.
[2] Ir. Sukarno, ‘Di Bawah Bendera Revolusi”, Panitya Penerbit di Bawah Bendera
Revolusi, Cetakan Keempat, 1965.
[3] Ir. Sukarno, ‘Indonesia Menggugat’, PT. Gunung Agung Tbk., Cetakan II, 2001
[4] Dewan Mahasiswa, Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung, ‘Buku Putih
Perjuangan Mahasiswa ITB 1978”, 1978.
[5] Samudro dkk, ‘Kisah Perjuangan Unsur Ganesa 10 Kurun Waktu 1942-1950’,
Penerbit ITB, Bandung, 1995.
[6] Tim CIMM (Editor), ‘Menimbang Teknologi, Memberdayakan Peneliti : Refleksi
Perjalanan Seperempat Abad PPT ITB’ Bagian Penerbitan PPT ITB dan Penerbit
Nuansa, Cetakan I, Bandung, 1998.
[7] Tjuk Kuswartojo ( Penyunting), ‘ Gelar Nalar Prof. Hasan Purbo: Lingkungan
Binaan untuk Rakyat’, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup ITB bekerja sama dengan
Yayasan AKATIGA, 1999.
[8] Hasan Poerbo. et.al (Editor), Working with People: Indonesian Experiences with
Community-based Development’, The University Consortium on the Environment,
Toronto and Bandung, 1995.
[9] www. undp.org
[10] IMD World Competitiveness Year Book 2003.www01.imd.ch
18
19