Monday, January 16, 2012

ITB DAN PERUBAHAN MASYARAKAT DI INDONESIA

KILAS BALIK DAN PERSPEKTIF
1
Oleh: Gede Raka
PENDAHULUAN
‘KOK ITB DIAM SAJA?’
1. ‘ Mengapa ITB diam saja?’. Ini adalah sebuah pertanyaan yang sering diajukan
oleh banyak orang dari luar ITB kepada orang-orang ITB, khususnya kepada
civitas akademika ITB. Pertanyaan ini dilontarkan khususnya pada saat
masyarakat Indonesia mengalami masalah sosial, ekonomi dan politik yang
meresahkan masyarakat luas.
2. Pertanyaan ini menyiratkan bahwa masyarakat mengharapkan ITB menjalankan
peran besar dalam mengahadapi masalah sosial, ekonomi dan politik di Indonesia.
Apabila ITB dirasakan tidak melakukan apa-apa dalam menanggapi masalah
tersebut, orang-orang-orang akan bertanya dan berkomentar , ‘ Kok ITB diam
saja?’
3. Hal yang sangat menarik adalah reaksi orang-orang ITB menghadapai pertanyaan
seperti itu. Pada umumnya atau majoritas orang-orang ITB tidak siap menjawab
apabila pertanyaan seperti itu diajukan secara langsung dan tiba-tiba . Reaksinya,
bisa hanya tersenyum saja karena tidak tahu apa yang harus dikatakan, atau
mencoba mencari-cari jawab, sekedar menjawab, supaya tidak kelihatan ‘tidak
tahu’. Sudah barang tentu ada orang-orang ITB yang bisa memberi jawaban yang
masuk akal, namun menurut pendapat saya, mereka itu sangat sedikit jumlahnya.
4. Keadaan seperti di atas memberi indikasi adanya ketidak-selarasan atau
kesenjangan antara harapan yang sangat besar pada masyarakat tentang
kontribusi yang dapat diberikan oleh ITB dalam perubahan masyarakat di
Indonesia dengan kesadaran, pemahaman, persepsi atau sikap majoritas
masyarakat ITB tentang peran ITB di tengah-tengah masyarakat. Risalah ini akan
menengok kembali beberapa hal yang secara langsung atau tidak langsung
nampaknya menjadi penyebab dari tumbuh dan berkembangnya harapan
masyarakat terhadap ITB agar mengambil peran besar dalam perubahan
masyarakat. Di samping itu akan ditunjukkan juga beberapa keterlibatan dan
upaya unsur-unsur Kampus Ganesa 10 dalam perubahan masyarakat yang tidak
banyak dibicarakan. Dari sini kemudian ditarik beberapa pelajaran dan dijajagi d
1
Risalah disampaikan pada Lokakarya Majelis Guru Besar ITB, ‘Dari TH hingga ITB 2003’, di Gedung
BPI ITB, tanggal 26-27 Januari 2004.
1lingkup upaya yang dapat dilakukan ITB dalam menyikapi harapan masyarakat
yang sangat besar itu.
BAGIAN I. PEMICU BESARNYA HARAPAN MASYARAKAT
TERHADAP ITB
EFEK HALO SOEKARNO.
1. Dalam psikologi dikenal adanya fenomena efek Halo. Sifat atau karakter yang
menonjol pada seseorang dipakai sebagai dasar untuk menilai keseluruhan sifatsifat seseorang. Walaupun kemampuan mengajarnya sama, seorang guru yang
rupawan kemungkinan besar mendapat penilaian lebih baik dari murid-muridnya
dalam kualitas pengajaran dari seorang guru yang tidak rupawan. Dalam
kaitannya dengan kontribusi ITB dalam perubahan masyarakat di Indonesia,
fenomena efek halo terjadi terhadap ITB. Perjuangan Soekarno, sebagai salah
seorang alumni TH, sebagai pemimpin yang sangat menonjol dalam pergerakan
kemerdekaan, menyebabkan masyarakat mengasosiasikan ITB sebagai sebuah
lembaga yang menjadi sumber dari pikiran-pikiran baru dan sumber dari
pemimpin-pemimpin berkarakter yang mampu membawa perubahan besar pada
masyarakat, khususnya perubahan sosial dan politik. ITB diasosiasikan dengan
Soekarno
2. Soekarno, masuk TH pada tahun 1922. Dalam angkatan 1922 ini ada empat
orang mahasiswa ‘Indonesia’. Soekarno menyelesaikan studinya pada tahun 1926.
[1]. Apabila dicermati, dalam gerakan politiknya, Bung Karno tidak membawa
atribut ITB, apakah itu atribut mahasiswa atau alumni ITB. Untuk mewadahi
kegiatan politiknya Soekarno mendirikan Partai Politik. Bahkan kegiatan
politiknya meningkat sesudah Soekarno menyelesaikan kuliahnya di TH. Enam
puluh dua Soekarno yang dikumpulkan dalam Buku Di Bawah Bendera
Revolusi , tulisan petamanya dimuat dalam ‘Suluh Indonesia Muda’ pada tahun
1926 [ 2 ]. Pengadilan terhadap Soekarno di Bandung terjadi pada tahun bulan
Agustus 1930 [3].
3. Suka atau tidak suka, sebagai imbas dari peran Soekarno yang sangat menonjol
sebagai salah satu pemimpin dalam perjuangan mencapai kemerdekaan, ITB
telah diasosiasikan oleh masyarakat sebagai pengambil inisiatif gerakan
pembaharuan, sebagai tempat digemblengnya pemuda-pemuda dengan potensi
kepemimpinan yang tinggi. Oleh sekelompok orang,hal ini dilihat sebagai beban
sejarah, sebab ada yang berpendapat bahwa sebagaian terbesar masyarakat ITB
tidak sehebat yang dibayangkan orang lain. Di pihak lain bagi sebagaian civitas
akademika ITB, terutama para mahasiswa, hal ini menjadi sumber inpirasi,
menjadi pendorong untuk melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang dianggap
dapat membawa dampak luas dan besar di masyarakat.
24. Dari sudut pandang perubahan sosial, berikut ini adalah beberapa upaya
Soekarno untuk membangkitkan kekuatan rakyat Indonesia untuk mencapai dan
mempertahahankan kemerdekaan: .
 Menumbuh-kembangkan rasa kebangsaan yang kuat.
Memang banyak tokoh pergerakan yang beraliran kebangsaan. Namun
Soekarnolah tokoh yang paling depan dalam menanamkan rasa
kebangsaan dalam hati sanubari setiap warga Indonesia (dulu Hindia
Belanda) dan tanpa kenal lelah terus memupuk dan menguatkannya.
Sebelum kehadiran Soekarno dalam kancah perjuangan kemerdekaan,
warna kedaerahan dalam pergerakan melawan Belanda sangat kuat.
Soekarno tidak pernah hentinya-hentinya mengingatkan masyarakat
Indonesia bahwa di balik perbedaan-perbedaan yang menjadi ciri khas
sebuah kelompok masyarakat ada sebuah ideologi dan perasaan yang
menyatukan masyarakat yang berbeda-beda ini, yaitu ikatan batin sebagai
sebuah bangsa.
 Menumbuhkan aspirasi tentang masa depan bersama.
Di tengah aspirasi kelompok yang berbeda-beda, Soekarno dapat
merumuskan aspirasi yang dapat diterima oleh semua pihak yaitu aspirasi
mencapai kemerdekaan segera. Soekarno menggambarkan kemerdekaan
sebagai ‘jembatan emas’ yang diperlukan agar bisa menyebarang untuk
membangun Indonesia yang dicita-citakan di seberang jembatan emas itu.
Sebagai komunikator ulung, sebelum kemerdekaan, Soekarno dengan
sangat cerdas merumuskan, mengkomunikasikan, dan memfokuskan
pandangan bangsa ini tentang masa depan yaitu persatuan dan
kemerdekaan.
 Menumbuhkan kepercayaan diri dan harga diri bangsa.
Soekarno mengembalikan kepercayaan diri rakyat Indonesia dengan terus
menerus menyatakan dan memberikan argumentasi bahwa bangsa
Indonesia sudah siap merdeka ‘sekarang’. Harga diri masyarakat
ditegakkan dengan menunjukkan kebesaran yang dicapai bangsa Indonesia
di masa lalu dan betapa kayanya bumi Indonesia.
 Membangun jati diri bangsa.
Pancasila, yang kemudian menjadi bagian dari Mukadimah UUD 45,
adalah pandangan Soekarno mengenai jati-diri bangsa Indonesia yang
merdeka. Ini adalah sebuah usaha untuk menunjukkkan ciri khas bangsa
Indonesia di tengah-tengah bangsa lian di dunia.
KETERLIBATAN MAHASISWA ITB DALAM GERAKAN 1966.
1. Peristiwa kedua yang menyebabkan tingginya harapan masyarakat dalam
memelopori perubahan sosial adalah keterlibatan mahasiswa ITB dalam gerakan
3tahun 1966 sebagai reaksi terhadap Peristiwa 30 September 1965. Peristiwa 30
September 1965 telah menempatkan Partai Komunis Indonesia ( PKI) sebagai
tertuduh, sebagai penggerak utama dari peristiwa tersebut. Muncullah gerakan
mahasiswa yang bergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI)
yang salah satu tuntutannya adalah membubarkan PKI.
2. Banyak tokoh-tokoh mahasiswa ITB yang menjadi pimpinan KAMI. Dalam
gerakan ini mahasiswa bergandengan tangan dengan tokoh-tokoh militer dari
unsur-unsur Angkatan Bersenjata Indonesia. Aksi-aksi mahasiwa ini menjadi
salah satu penyebab utama dari ‘pengalihan kekuasaan’ atas dasar Surat Perintah
Sebelas Maret ( yang sampai saat ini masih kontroversial keberadaannya), dari
President Soekarno kepada Jenderal Suharto dan naiknya Jenderal Suharto
sebagai President Republik Indonesia yang mengawali lahirnya Orde Baru di
Indonesia.
3. Sebuah era baru mulai di Indonesia. Tokoh-tokoh mahaiswa ITB ikut aktif
melahirkannya. Perubahan-perubahan mulai dirasakan. Beberapa diantaranya
adalah:
 Indonesia dibuka lebar-lebar untuk modal asing. Doktrin ekonomi
Berdikari (Berdiri di Atas Kaki Sendiri ) yang dicanangkan pada masa
pemerinatahan Presiden Soekarno ditinggalkan. Pasar Indonesia dibuka
lebar untuk barang-barang impor.
 Apabila pada era sebelumnya politik menjadi ‘panglima’, pada era baru
ini, pembangunan ekonomi menjadi issue utama dan peran IMF serta
Bank Dunia makin besar dalam menentukan arah pembangunan ekonomi
Indonesia.
 Ekonomi mengalami pertumbuhan sangat pesat. Demikian juga
pendapatan per-kapita rakyat Inonesia. Pertumbuhan ekonomi ini dibiayai
dengan pinjaman luar negeri dan eksploitasi secara intensif sumberdaya
alam Indonesia.
 Kekuasaan militer dalam dunia politik, dan dalam birokrasi, bahkan dalam
ekonomi makin besar. Kaum teknokrat bermitra dengan militer
menjalankan roda pemerintahan.
5. Pemerintahan Presiden Suharto berlangsung selama 30 tahun, sampai akhirnya
pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Suharto mengundurkan diri atas desakan
MPR, karena dianggap bertanggung atas krisis ekonomi yang sangat dahsyat yang
menerpa Indonesia sejak tahun 1997.
GERAKAN MAHASISWA ITB TAHUN 1978.
41. Gerakan Mahasiswa ITB tahun 1978 adalah gerakan yang sejak awal secara resmi
memakai simbol ITB, khususnya Dewan Mahasiswa ITB dalam seluruh
aktivitasnya. Ada beberapa alasan utama yang dinyatakan oleh para mahasiswa
ITB mengapa mereka melancarkan gerakan tersebut, diantaranya adalah:
 Para mahasiswa ITB, khususnya para aktivisnya,melihat bahwa kehidupan
rakyat Indonesia masih jauh dari cita-cita kemerdekaan .
 Para mahasiswa ITB berpendapat bahwa keadaan yang makin menjauhi
cita-cita itu disebabkan oleh kebijaksanaan pembangunan yang keliru,
makin maraknya penyelewengan dan penyalah-gunaan kekuasaan oleh
pejabat pemerintah.
 Para mahasiwa ITB memandang bahwa kepemipinan nasional gagal dalam
mengoreksi kebijakan pembangunan, agagal dalam mencegah
penyelewengan dan penyalah gunaan kekuasaan.
 Mahasiswa ITB berpendapat bahwa Sistem yang mengijinkan seorang
Presiden boleh memegang jabatan Presiden lebih dari dua masa jabatan
menjadi salah satu penghambat tumbuhnya dinamika politik di Indonesia
[ 4 ].
2. Hal-hal yang menjadi latar belakang gerakan mahasiswa ITB tahun 1978 ini
diuraikan oleh Dewan Mahasiswa ITB waktu itu dalam sebuah buku yang
dinamakan ‘Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978’ . Secara lebih spesifik Buku
Putih menyebutkan masalah-masalah besar dalam bidang politik, ekonomi,
hukum dan sosial-budaya yang menyebabkan mereka mejalankan gerakan
tersebut yang mereka angggap sebagai ‘manifestasi dari rasa tanggung jawab
generasi muda yang akan mengisi kemerdekaan’ . Misalnya, para mahasiswa
menyebutkan masalah-masalah politik berikut sebagai alasan mereka untuk mulai
sebuah gerakan:
 Para mahasiswa memandang bahwa Presiden mulai memusatkan
kekuasaan ditangannya, sehingga melumpuhkan kekuatan -kekuatan
politik lain.
 Makin membudayanya korupsi diseluruh sektor kehidupan.
 Anggota DPR dipandang tidak mewakili rakyat. Tidak ada sambungan
antara aspirasi rakyat kecil dengan anggota DPR.
 Sistem pemilihan umum yang proporsional bukan sistem distrik telah
menyebabkan kebanyakan anggota DPR tidak punya hubungan batin
dengan rakyat yang memilih. Anggota DPR justru diseleksi oleh
pemerintah.
 Ketua Lembaga-lembaga tinggi negara seperti Mahkamah Agung dan
BPK ditentukan oleh Presiden, sehingga mereka tidak bisa independent.
 MPR dianggap tidak mewakili rakyat karena 61 % anggota MPR tahun
1977 diangkat pemerintah.
3. Atas dasar alasan-alasan tersebut, pada tanggal 16 Januari 1978 Ketua Dewan
Mahasiswa ITB atas nama Keluarga mahasiswa ITB menyatakan ‘Tidak
5mempercayai dan tidak menginginkan Suharto kembali sebagai Presiden Republik
Indonesia’. Pernyataan Dewan Mahasiswa ITB ini nampaknya menjadi penyebab
utama didudukinya kampus ITB oleh militer, dan penangkapan beberapa orang
mahasiswa dan dosen ITB atas tuduhan menghina Presiden. Mahasiswa ITB
kemudian mogok kuliah, Rektor ITB mengundurkan diri, dan Pangkopkamtib
membekukan seluruh Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa seluruh Indonesia
Pasukan militer meninggalkan kampus ITB pada tanggal 25 Maret 1978.
BAGIAN II. SUMBANGAN DAN UPAYA YANG TIDAK BANYAK
DIBICARAKAN
KETERLIBATAN UNSUR-UNSUR GANESA 10 DALAM PERJUANGAN 45 [ 5 ].
1. Pada bulan Maret !942 Balatentara Dai Nippon telah mengambil alih seluruh
kepulaun Indonesia dari penjajahan Belanda. Terhentilah semua kegiatan sekolah,
dari sekolah rendah sampai sekeolah tinggi. Setelah kira-kira 5 bulan diduduki
Jepang, barulah sekolah-sekolah dibuka kembali berangsur-angsur. Pada awal
tahun 1944 di bekas Kampus Technische Hogeschool di Jalan Hogeschoolweg,
sekarang jalan Ganesa 10, dibuka Kogyo Daigaku ( Sekolah Teknik Tinggi) dan
Senmongakko ( Sekolah Teknik Menengah). Para mahasiswa Kogyo Daigaku
kuliah dengan pakaian seragam celana pendek putih, baju putih, kepala gundul
dan memakai peci warna putih, tinggal di asrama hanya makan sekepal sehari. .
Mereka mau belajar teknologi, namun dalam kenyataaan mereka banyak
menghabiskan waktu untuk menjalani militer atau latihan perang dari balatentara
Jepang .
2. Boleh dikatakan keterlibatan aktif unsur Ganesa 10 dalam Revolusi 45 terjadi
setelah Proklamasi Kemerdekaan. Bung Karno dan Bung Hatta
memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia, atas nama bangsa Indonesia, pada
tanggal 17 Agustus 1945, setelah Jepang menyerah kepada tentara Sekutu pata
tanggal 15 Agustus 1945. Belanda yang didukung tentara Sekutu yang bermarkas
di Singapura, South East Asia Command (SEAC), tidak mengakui kemerdekaan
Indonesia. Mereka menginginkan Indonesia diserahkan kembali kepada Belanda
menjadi jajahan Belanda. Jepang yang telah menyerah kepada Sekutu menerima
perintah dari Sekutu untuk membubarkan Republik Indonesia, menangkap
pemimpin-mempinnya, dan menyerahkan Indonesia secara utuh kepada Sekutu.
3. Asrama mahasiswa Dago 104 ( sekarang Dago 126), Asrama Dacosta Boulevard
1-3, sekarang menjadi Hotel Sawunggaling, dan Kampus Ganesa 10 menjadi
tempat berkumpul dan berdiskusinya para pemuda daN mahasiswa yang
didadanya berkobar semangat perjuangan untuk mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan. Mereka mulai melucuti senjata tentara Jepang dan
menyembunyikannya.
4. Dua bulan setelah proklamasi kemerdekaan, pasukan Inggris masuk kota
Bandung. Mereka menempatkan diri di bagian Utara kota. Jepang mulai diperalat
6oleh Inggris. Asrama-asrama mahasiswa dicurigai. Asrama Dacosta diserbu
serdadu-serdadu Jepang yang diperintah Inggris-Belanda untuk mencari senjata.
Kampus Ganesa 10 ditingkar oleh pasukan Gurkha dan dan Jepang, dan kemudian
Kampus Ganesa 10 dihujani peluru mortir. Karena suasana kota Bandung, maka
Sekolah Teknik Tinggi, demikian sebutan resmi yang dipergunakan oleh para
mahasiswa di samping sebutan Kogyo Daigaku, diungsikan ke Ibu Kota Revolusi
Yoyakarta, dan disebut STT Bandung di Yogya.
5. Di Yogya, perkuliahan diatur sedemikian rupa untuk memungkinkan pembaktian
diri para dosen, mahasiswa dan karyawan dalam perjuangan mempertahankan dan
menegakkan kemerdekaan. Para mahasiswa bergabung membentuk pasukan
mahasiswa dengan nama Corps Mahasiswa (CM) dan yang bersama-sama
dengan Tentara Pelajar (TP) bergabung membentuk TNI Brigade XVII yang
langsung ada dibawah pimpinan MTT ( Markas Tertinggi Tentara). Para
mahasiswa yang tinggal di Bandung meneruskan perjuangan dengan
menggabungkan diri pada berbagai badan perjuangan dan ketentaraaan: ada yang
masuk menjadi anggota Polisi Tentara, masuk dalam jajaran kementerian luar
negeri, ada yang masuk badan intelijen, ada yang membentuk batalyon.
6. Unsur Ganesa 10, mahasiswa, pelajar, karyawan berperan besar dalam medirikan
Bagian Kimia Persenjataan dan Pabrik Senjata Siliwangi. Kesatuan inilah yang
mendirikan Persenjataan Divisi Siliwangi. Awal Pebruari 1948, Satuan
Persenjataan Siliwangi berhijrah ke Yogya melalui kota Tasikmalaya yang
diduduki militer Belanda. Bagian Kimia ini yang dengan bahan-bahan seadanya
menghasilkan bom-bom batok dan ranjau darat degan daya eksplosif tinggi,
dikemas dalam kaleng dinamit dari seng. Satuan ini juga mengahasilkan granat
tangan yang diberi nama Kanibal. Satua Kimia ini juga membuat aether ad
narcosin yang dipakai untuk mebius dalam operasi darurat bagi pejuang yang
tertembak. Unsur-unsur Ganesa 10 benar-benar terlibat dalam pertempuran.
Menurut catatan 10 orang mahasiswa dari kampus Ganesa 10 gugur dalam
berbagai pertempuran .
KEWIRAUSAHAAN DAN TEKNOLOGI TEPAT-GUNA
1. Ada beberapa pandangan dan keadaan yang menjadi pemicu dari perhatian dan
keterlibatan ITB dalam pengembangan kewirausahaaan dan pengembangan
teknologi tepat guna pada awal tahun 1970-an. Diantaranya adalah:
 Kecemasan akan makin melebarnya jurang antara kelompok kaya dan
miskin, perbedaan antara kemajuan di kota dan di daerah pedesaan.
 Laporan kelompok MIT kepada ‘Club of Rome’ yang dimuat dalam buku
‘The Limit to Growth’ yangmenyatakan bahwa apabila kecenderungankecenderungan di masa lalu dalam pembangunan ekonomi diteruskan,
dunia akan melampaui batas-batas kemampuannya untuk berkembang
dalam beberapa generasi yang akan datang dan akan mengalami
malapetaka.
7 Pandangan Schoemaher tentang ‘small is beautiful’.
 Adanya kebutuhan bantuan teknologi sederhana untuk memecahkan
persoalan hidup sehari dari beberapa daerah di Indonesia, yang
disampaikan oleh para pastur Indonesia, yang dilayani oleh sebuah
kelompok kecil di TH Eindhoven [ 6 ].
2. Tujuan ITB mengembangkan kewirausahaan dan teknologi tepat guna adalah
untuk memberikan sumbangan dalam memberdayakan masyarakat luas,
mengurangi penganguran dan meningkatkan pendapatan mereka. Walaupun ada
teknologi yang dikembangkan, namun kata kuncinya adalah pemberdayaan
masyarakat luas. Pengembangan kewirausahaan diharapkan akan lebih banyak
orang-orang yang bisa menciptakan pekerjaaan sendiri. Di samping itu kelompok
yang mengembangkan gagasan ini di ITB meyakini bahwa tanpa jiwa
kewirausahaan, teknologi tidak akan memberi manfaat yang diharapkan, bahkan
sebaliknya bisa menjadi beban.
3. Awal tahun tujuh puluhan, ITB adalah perguruan tinggi Indonesia yang pertama
terlibat dalam upaya pengembangan kewirausahaan di Indonesia. Dengan bekerja
sama dengan UNIDO, McBer Company yang bermarkas di Boston dan Bank
Dagang Negara (BDN), Development Technology Center (DTC) ITB
mengembangkan paket pelatihan dan kelompok pelatih kewirausahaan dan
membantu beberapa pengusaha kecil nasabah BDN dalam mengembangkan
usahanya. Pelatihan-pelatihan kewirausahaan ini dimulai pada akhir tahun 1975.
4. Banyak yang tidak mengetahui bahwa kata kewirausahaan yang banyak dipakai
pada saat ini sebagai terjemahan entrepreneurship adalah istilah yang direka dan
dilontarkan oleh kelompok pembina kewirausahaan ITB. Waktu itu ada kelompok
lain yang memakai istilah ‘kewiraswastaan’ sebagai terjemahan dari
entrepreneurship dan istilah ini sering dipakai dalam media masa termasuk di
televisi. ITB tetap memperkenalkan dan mempertahankan istilah kewirausahaan
atas dasar pertimbangan bahwa ‘entrepreneursip spirit’ yang intinya semangat
berinovasi tidak hanya ada dalam perusahaan swasta namun juga di lembagalembaga publik dan lembaga swadaya masyarakat. Disamping itu kata
‘entreprendre’ yang menjadi dasar dari kata ‘entrepreneuship’ artinya ‘berusaha’
atau ‘mengusahakan’.
5. Sekarang, bermacam-macam lembaga, lembaga pemerintah, perguruan tinggi,
perusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat, memberikan pelatihan
kewirausahaan atau sejenisnya dan menjadi pendamping perusahaan kecil.
Demikian juga, bantuan atau kredit bank untuk Usaha Kecil dan Menengah
menjadi salah satu isssue besar di Republik ini dan dijadikan salah satu kriteria
untuk mengukur keberhasilan sebuah bank.
6. Program pengembangan teknologi tepat guna dijalankan dengan bekerja sama
dengan sebuah LSM Belanda yang bernama TOOL. Jenis produk yang
dikembangkan ditujukan untuk mebantu masyarakat di daerah pedesaan.
8Beberapa teknologi sederhana dikembangkan seperti: pompa hidram, pemanas air
tenaga surya, pembangkit listrik dengan kincir angin, ferro-semen, pompa microhydro, pintu air otomatis untuk pesawahan pasang surut. Sebenarnya, dalam
pemanfaat teknologi tepat guna di daerah pedesaan, bagian yang sangat penting
adalah kemampuan untuk membangun kesadaran masyarakat dan partsisipasi
masyarakat dalam seluruh proses pembuatan dan pengoperasiaannya sehingga
teknologi itu dapat dimanfaatkan dengan baik, dipelihara dan dikembangkan
apabila ada kebutuhan yang baru.
7. Di samping mengembangkan dan membuat produk untuk mengatasi masalah di
sebuah kelompok masyarakat, melatih dan mendidik masyarakat, ITB juga
mengembangkan paket pelatihan dan penerapan tenologi tepat guna untuk
Petugas Lapangan Teknologi Pedesaan (PLTP). Dalam program ini ITB bekerja
sama dengan LIPI, Universitas Diponegoro, dan Direktorat Jenderal
Pembangunan Desa Departemen Dalam Negeri. Di samping melakukannya
sendiri, team teknologi tepat guna ITB membantu kelompok-kelompok atau
lembaga lain untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang ini, termasuk
diantaranya membantu LIPI dalam mengembangkan Sistem Informasi Teknologi
Tepat Guna Indonesia (SITTGI) dan Warung Informasi (WARSI) bagi UKM di
Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
8. Kegiatan pengembangan teknologi tepat guna di ITB pada saat ini tidak lagi
segencar pada tahun-tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan, walaupun
demikian permintaan akan jasa penerapannya tetap ada. Namun demikian gagasan
dan beberapa jenis keterampilan sudah disebarkan oleh ITB ke beberapa lembaga
dan kelompok. Beberapa diantara gagasan produk atau proses bahkan oleh
beberapa pihak atau perusahaan dikembangkan menjadi kegiatan komersial
seperti pemanas air tenaga surya dan daur ulang plastik. Sayangnya ITB di masa
lalu sebagai lembaga pemerintah memang menghadapi banyak kendala dalam
memperolah manfaaat ekonomik dan finasial dari ptototipe produk yang
dikembangkannya. Memang harus diakui bahwa semangat filantropik dari
kegiatan-kegiatan pengembangan teknologi dan kewirausahaan pada saat itu
sangat menonjol.
PEMBANGUNAN YANG BERPUSAT PADA MANUSIA DAN MASYARAKAT.
1. Usaha lain yang dilakukan oleh ITB dalam hal ini dipelopori oleh Pusat Studi
Lingkungan Hidup ( PSLH) ITB dalam malakukan perubahan adalah
memperkenalkan apa yang disebut pembangunan yang berpusat pada manusia
dan masyarakat atau community-based development. Beberapa keadaan yang
berkembang pada tahun 1970-an memnjadi pemicu dari upaya memperkenalkan
konsep dan implentasi pembangunan berpusat pada manusia ini di lingkungan
ITB, diantaranya adalah:
 Pemerintahan Orde Baru memperkenalkan perencanaan pembangunan
yang terpusat dan boleh dikatakan bersifat ‘top down’. Akibatnya suara,
pandangan dan kepentingan rakyat lapisan bawah sering kali diabaikan.
9 Masyarakat lapisan bawah sering kali menjadi korban dari pembangunan
wilayah baik di kota maupun di daerah pedesaaan. Mereka bukannya
menjadi lebih berdaya karena adanya pembangunan, namun menjadi
makin tidak berdaya, mereka menjadi kelompok yang terpinggirkan.
 Pengalaman memperkenalkan teknologi tepat guna ke pedesaan
menunjukkan bahwa teknologi tidak akan memberi manfaat yang
diharapkan apabila masyarakat tidak merasa ‘memiliki’ teknologi yang
diterapkan.
2. PSLH ITB antara kurun waktu 1978-1993 tidak hanya memperkenalkan konsep,
namun juga mengiplementasikan nya pada beberapa kelompok masyarakat di
beberapa daerah. Konsep ini didasarkan atas keyakinan bahwa kelompok
masyarakat yang terorganisisr sebagai komunitas dapat mengadakan mobilisasi
sumberdayanya untuk membangun bersama dan dengan demikian dapat mengatur
diri lebih baik. Dalam penerapannya, anggota masyarakat yang bergabung dalam
kelompok terlibat aktif sejak awal sejak pengembangan gagasan, menilai gagasan,
merumuskan gagasan bersama, merencanakan, melaksanakan, mengawasi, dan
menilai program-program pembangunan mereka. Di sini masyarakat menjadi
pelaku utama pembanguan dan penjadi pemilik proses dan hasil pembangunan itu
sendiri. Keterlibatan anggota masyarakat dari awal sampai akhir merupakan
pemberdayaan masyarakat melalui proses belajar bersama [ 7 ]
3. Implementasi kosep pembangunan berpusat pada masyarakat dijalankan di
beberapa daerah pedesaaan dan juga di daerah perkotaan. Dalam implementasi
konsep ini, diperkenalkan fungsi konsultan pembangunan yang bertugas
memfasilitasi proses belajar bersama angota masyarakat yang terlibat. Dalam
mengimplemntasikan konsep ini, PSLH ITB bekerja sama dengan Facultyof
Environment Study, York University, Canada.[ 8 ].
BAGIAN III. MENCERMATI PENGALAMAN DAN MENYIKAPI
MASA DEPAN
BEBERAPA PELAJARAN DARI MASA LALU
1. Di samping ‘peristiwa’ atau upaya-upaya di atas mungkin masih ada kejadian
yang berkaitan dengan unsur-unsur ITB atau dilakukan oleh ITB yang sudah atau
diharapkan membawa perubahan pada kelompok-kelompok masyarakat. Namun
demikian dengan mencermati lima hal yang dipaparkan di atas, ada beberapa
pelajaran yang bisa diambil.
2. Dari sisi karakteristik aktor atau pelaku utamanya, baik sebagai individu atau
kelompok mereka mempunyai kesamaan ciri berikut:
10 Digerakkan oleh idealisme.
Tidak ada yang bisa meragukan bahwa tindakan-tindakan Soekarno dalam
meperjuangkan kemerdekaan digerakkan oleh idealisme yang sangat
tinggi. Demikian juga keterlibatan kelompok mahasiswa ITB dalam
Gerakan 1966 dan Aksi mahasiswa ITB tahun 1978. . Mereka
menginginkan kehidupan masyarakat yang lebih demokratis, yang lebih
berkeadilan. Bahkan program kewirausahaan dan teknologi tepat guna
yang kelihatannya bersifat teknis dipicu oleh idealisme pada kelompok
yang memprakarsianya. Mereka mengaharapkan dapat melakukan sesuatu
yang mengubah kualitas hidup masyarakat luas.
 Peka terhadap masalah sosial.
Walaupun ITB sebuah institut teknologi, mereka bukanlah orang-orang
yang hanya tertarik pada masalah teknologi, sain atau seni dalam
pengertian sempit, tetapi juga tertarik pada masalah-masalah sosial yang
berkembang di masyarakat. Kepekaaan ini sering berkembang menjadi
kepedulian terhadap masalah-masalah sosial.
 Merasa punya tanggung jawab sosial.
Mereka merasa bahwa memecahkan atau mengatasi masalah sosial bukan
urusan orang lain, namun urusan mereka. Mereka merasa bersalah kalau
tidak ambil bagian dalam upaya mengatasi masalah atau berdiam diri saja.
Rasa tanggung jawab sosial inilah yang menyebabkan mereka merasa
terpanggil untuk melakukan ‘sesuatu’.
 Kemampuan membangun komunitas.
Pelaku utama dalam perubahan ini mampu membangun kelompok yang
terdiri orang-orang yang punya cita-cita bersama dan berhimpun atas
dasar rasa saling percaya. Kelompok ini bisa saja berasal dari latar
belakang yang berbeda-beda, namun mereka mampu menemukan atau
menyusun platform bersama yang mereka sepakati.
 Keberanian untuk bertindak atau mencoba sesuatu yang baru.
Cita-cita bersama ini diterjemahkan dalam tindakan nyata, tidak berhenti
pada tingkat konsep yang abstrak. Keberanian bertindak ini sering kali
dilatar belakangi rasa percaya diri yang kuat dan kerelaan untuk menerima
risiko apabila tindakan yang diambil tidak mencapai sasaran.
3. Dari sisi proses perubahan , contoh keterlibatan unsur-unsur Kampus Ganesa 10
dalam perubahan yang disampaikan di atas menunjukkan bahwa perubahan sosial
adalah sebuah proses yang sangat kompleks dan berlangsung dalam waktu yang
lama. Proses itu dipengaruhi oleh banyak sekali faktor yang berada di luar
kendali pengambil inisiatif perubahan sehingga hasil dari proses perubahan
sering kali tidak seperti dibayangkan sebelumnya. Misalnya, tidak ada yang
membayangkan bahwa Gerakan mahasiswa tahun 1966 yang diarahkan untuk
menurunkan Prediden Soekarno dari kekuasaan guna membangun kehidupan
11bernegara yang lebih demokratis, lebih berkeadilan, lebih makmur, dan tidak
korup, telah melahirkan Pemerintahan Orde Baru yang juga dianggap tidak
demokratis dan ditandai oleh tingkap korupsi yang tinggi dan berakhir pada tahun
1998 dengan sebuah krisis besar karena runtuhnya ekonomi Indonesia. Di pihak
lain, beberapa gagasan-gagasan yang diperjuangkan oleh Gerakan Mahasiswa
ITB 1978, seperti membatasi jabatan presiden RI hanya dua masa jabatan,
memisahkan pimpinan DPR dan MPR, Ketua Mahkamah Agung dan BPK agar
dipilih oleh DPR atau MPR, agar anggota MPR hanya terdiri dari mereka yang
dipilih bukan diangkat, justru dilaksanakan 25 tahun kemudian, pada era yang
disebut era reformasi.. Issue seperti pentingnya pemilu sistem distrik, pengadilan
yang berkeadilan, dan pembrantasan korupsi yang mereka lontarkan 25 tahun
yang lalu tetap menjadi issue sentral pada saat ini.
4. Inisiatif untuk melakukan sesuatu yang punya dampak sosial luas adalah sebuah
eksperimen. Sebagai sebuah eksperimen selalu ada kemungkinan bahwa
eksperimen itu tidak mencapai hasil yang diharapkan. Namun demikian
eksperimen untuk melakukan perubahan tetap perlu dicoba . Kalau dicoba selalu
ada peluang untuk berhasil, walaupun kecil. Namun kalau tidak dicoba, pasti tidak
berhasil.
5. Ada dua sifat upaya atau aksi unsur-unsur Ganesa 10 dalam mencoba
menimbulkan perubahan di masyarakat, upaya atau aksi yang bersifat
revolusioner dan yang bersifat evolutif. Keterlibatan mahasiswa ITB dalam
Gerakan 1966 dan Gerakan Mahasiswa ITB pada tahun 1978 bersifat
revolusioner, dalam arti melibatkan kadar emosi yang sangat tinggi, penuh dengan
suasana koflik dan ketegangan, dan menginginkan perubahan segera. Sedangkan
upaya pengembangan kewirausahaan, pengembangan teknologi tepat guna, dan
pembinaan lingkungan yang berpusat masyarakat bersifat evolutif. Pada
pendekatan evolutif, sejak awal disadari bahwa hasilnya tidak akan terlihat dalam
waktu dekat dan perubahan terjadi perlahan-lahan. Nampaknya aksi yang bersifat
revolusioner lebih menimbulkan kesan yang dalam dan lebih populer di mata
masyarakat luas.
6. Dilihat dari unsur-unsur yang terlibat dalam proses perubahan sosial, unsur-unsur
ini berbeda-beda. Ada keterlibatan alumni ( kalau hal ini dapat diakui sebagai
sumbangan ITB ) seperti yang dilakukan oleh Soekarno. Sebenarnya sekarang
inipun banyak alumni ITB yang aktif dalam berbagai LSM yang juga tujuannya
membawa perubahan sosial di Indonesia. Ada saatnya mahasiswa yang berada
pada barisan paling depan dalam memperjuangkan perubahan seperti pada
gerakan mahasiswa tahun 1966 dan tahun 1978. Sampai saat ini kedua gerakan ini
yang paling diingat oleh masyarakat luas. Ada inisiatif perubahan yang
dilaksanakan lebih melembaga seperti yang dilakukan melalui DTC ITB dan
PSLH ITB. Dua upaya yang terakhir ini tidak sepopuler gerakan mahasiswa. Hal
yang perlu digarisbawahi dari kenyataan ini adalah setiap unit, kelompok atau
orang yang terpanggil untuk menyumbangkan pikiran dan karyanya untuk
masyarakat luas dapat menjadi agen perubahan sosial yang potensial.
12TANTANGAN KINI DAN DI MASA DEPAN.
1. Lima puluh delapan tahun sesudah proklamasi kemerdekaan, dibanding dengan
bangsa –bangsa lain, bangsa Indonesia dalam banyak hal belum bisa
membanggakan hal-hal yang telah dicapainya. Berikut ini adalah bidang-bidang
di mana kita punya masalah besar;.
 Birokrasi Indonesia diakui atau tidak, telah menjadi salah satu birokrasi
yang paling korup di dunia. Bahkan beberapa orang mengatakan bahwa
birokrasi Indonesia telah berubah menjadi kleptokrasi. Dalam birokrasi
Indonesia, seperti yang dinyatakan oleh Bung Hatta, korupsi sudah
menjadi budaya, menjadi norma.
 Penegakkan hukum dan keadilan yang sudah dianggkat menjadi isssue
sentral dalam Gerakan Mahasiswa ITB tahun 1978, tetap menjadi masalah
besar. Ini adalah birokrasi yang sangat korup namun tanpa koruptor.
Seandainya ada satu dua yang dihukum atas tuduhan korupsi, itu
dipandang sebagai pengecualian.
 Indonesia mengahadapi masalah sangat besar dalam bidang pendidikan
dan kesehatan.Human Development Index Indonesia pada tahun 2003
berada pada peringkat 112 dari 175 negara di dunia. Ini adalah salah satu
posisi terendah diantara negara-negara di Asia [9 ].
 Tidak ada yang membantah bahwa makin banyaknya kota-kota dan daerah
di Indonesia yang dilanda banjir adalah akibat pengrusakan lingkungan
hidup terus berjalan..
 Daya tarik Indonesia untuk investasi baru sangat rendah sementara
beberapa perusahaan-perusahaan asing yang sudah lama beroperasi di
Indonesia sudah mulai meninggalkan Indonesia. Ini berarti kemampuaan
ekonomi Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja menurun, semetara
angkatan kerja bertambah terus.
 Daya saing indusrti atau ekonomi kita salah satu yang terendah di dunia.
Dari 30 negara yang berpenduduk lebih dari 20 juta, posisi daya saing
ekonomi Indonesa pada tahun 2003 berada pada peringkat 28 [10].
 Merebaknya konflik sosial yang berbau SARA.
2. Daftar masalah yang disampaikan di atas masih terus bisa diperpanjang. Secara
umum, Indonesia mengalami masalah besar dalam pemelihararaan dan
pengembangan modal yang diperlukan untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan. Pertama, modal fisik dalam bentuk sumberdaya alam yang di masa
lalu dirasakan melimpah sekarang ini sudah menyusut drastis dan mengalami
pengusakan terus menerus. Ini terjadi karena eksploitasi besar-besaran
sumberdaya alam yang tak bisa diperbaharui dan penghacuran daya
memperbaharui-diri sumberdaya alam yang bisa diperbaharui. Kedua, Indonesia
mengalami masalah besar dalam pemeliharaan dan pengembangan modal maya,
13khususnya dalam tiga unsur modal maya yaitu kredibilitas, modal intelekual, dan
modal sosial. Korupsi yang makin berkembang dan berakar, lemahnya
penegakkan hukum, semua itu telah menurukan kredibiltas bangsa kita. Modal
intelektual yang sangat sedikit tercermin dari tingkat pendidikan dan tingkat
penguasaan pengetahuan dan teknologi. Sementara konflik sosial yang
berkepanjangan telah mengikis persediaan modal sosial bangsa kita. Pada hal,
dalam ekonomi baru yang sedang berkembang, modal maya inilah yang menjadi
sumber utama dari kesejaheraan masyarakat, bukan lagi modal fisik.
3. Hal yang lebih memeprihatinkan, sementara Indonesia terus bergulat dengan
masalah-masalah yang diciptakannya sendiri dan belum menemukan titik terang
untuk dapat dengan cepat memecahkannya, banyak negara-negara Asia yang
beberapa waktu yang lalu berada pada tingkat perkembangan yang sama bahkan
di bawah Indonesia, kini sudah berada jauh di depan Indonesia dan mereka
melaju dengan cepat. Malaysia sudah jauh di depan Indonesia, Cina maju pesat
dan menjadi kekuatan ekonomi dan politik yang makin diperhitungkan. Bahkan
Vietnam dalm beberapa indikator pembangunan seperti HDI sudah berada di atas
Indonesia.
4. Tidak perlu menjadi seorang pakar untuk menyatakan bahwa Indonesia
memerlukan perubahan-perubahan besar. Indonesia perlu menemukan cara yang
dapat mengembangkan mentalitas dan tatatanan yang memungkinkan bangsa ini
keluar dari deretan masalah besar yang diuraikan di atas dan masalah lain yang
tak kalah besarnya. Kalau tidak , bangsa ini akan makin terus tertinggal dan tidak
akan pernah punya tempat terhormat di mata bangsa-bangsa lain di dunia. Namun
demikian perlu disadari bahwa ada kelompok kecil ( saya tidak mau menyebutnya
‘elite’) yang tidak yang lebih menyukai ‘status quo’ karena mereka mendapat
kenikmatan dari ‘kerusakan yang terjadi di negara kita’. Semua orang tahu
korupsi tidak baik, akan merusak negara ini, ketidak-adilan akan menghilangkan
kredibilitas, birokrasi kita dtidak efisien. Namun korupsi terus berjalan karena ada
kelompok yang mendapat kenikmatan atau menarik keuntungan untuk dirinya
dari keadaan yang korup,yang tidak efisien, yang tidak berkeadilan. Kelompok
ini bisa berada di lembaga-lembaga negara maupun di luar lembaga-lembaga
negara.
5. Pertanyaannya adalah , bagaimana ITB menyikapi keadaan seperti itu. Pada satu
ujung yang ekstrem komunitas ITB bisa saja menganggapbahwa masalahmasalah itu bukan urusan ITB. Apalagi dalam era BHMN sekarang ini dimana
ITB harus mati-matian mencari dana untuk membiayai kegiatannya sementara
dana yang disediakan oleh pemerintah sangat di bawah kebutuhan. Daripada
menghabiskan waktu untuk memikirkin masalah-masalah besar Republik ini,
lebih baik melakukan yang praktis-praktis saja. Di pihak lain adalah secara sadar
memberikan perhatian besar pada masalah-masalah besar yang dihadapi bangsa
ini dan memperhitungkan hal ini dalam pengembangan ITB sehingga ITB dalam
posisi yang sangat baik, dengan berbagai cara melalui berbagai unsur , untuk
berkontribusi dalam proses pemecahan masalah besar ini dan mampu
14mngembangkan sisi-sisi positif masyarakat kita untuk mencapai kemajuan.
Apabila ITB berhasrat atau mencoba memenuhi harapan yang sangat tinggi dari
masyarakat, walaupun hanya sebagaian saja dari harapan itu, maka cara pandang
berikut ini perlu menjadi secara sadar perlu dijadikan bagian dari titik tolak
pengembangan ITB .
MEMBANGUN POTENSI DAN DAYA TANGGAP UNTUK BERKONTRIBUSI
DALAM PERUBAHAN SOSIAL
1. ITB sebagai lembaga pendidikan bukan lembaga pelatihan.
Secara formal ITB memang menamakan diri sebagai lembaga pendidikan.
Namun dalam perilaku masyarakatnya, sering kali tidak disadari bahwa yang
lebih menonjol adalah perilaku sebagai lembaga pelatihan. Dalam proses
pelatihan, yang dikembangkan adalah keterampilan atau skill. Apabila ribuan staf
pengajar ITB sibuk mengalihkan keerampilan atau pengetahuan dalam bidang
keahliannya kepada para mahasiswa, semua itu adalah kegiatan pelatihan.
Sedangkan pendidikan, lebih dari sekedar memindahkan keahlian atau
keterampilan. Dalam pendidikan, para peserta didik dibantu untuk menemukan
jati-dirinya, membangun karakternya. Hal ini dapat dilakukan dengan
membangun lingkungan belajar dan proses belajar yang mendewasakan, yang
meningkatkan intregritas. Jadi, dalam membangun lembaga pendidikan, bukan
hanya keahlian yang penting, namun nilai-nilai, sikap, perilaku masyarakat
akademiknya tidak kalah penting. Karena nilai-nilai, sikap dan perilaku inilah
yang akan dinilai oleh para mahasiswa untuk dijadikan bahan-bahan dalam
merumuskan atau memilih nilai-nilai, sikap atau perilaku yang mereka akan
kembangkan, yang akan menjadi bagian dari karakter mereka masing-masing.
Untuk berkontibusi dalam perubahan sosial diperlukan orang-orang yang
berkarakter, tidak hanya terampil.
2. ITB sebagai komunitas bukan pabrik.
Dalam perubahn sosial, unsur-unsur ITB akan berinteraksi dengan orang dengan
kelompok, dengan masyarakat. Sebab itu ketajaman rasa dan kepekaan sebagai
anggota komunitas hendaklah diasah dalam kehidupan di kampus dengan
mengembangkan kehidupan kampus sebagai komunitas. Dalam sebuah komunitas
cita-cita bersama, interaksi sosial, rasa saling percaya, rasa saling menghormati,
norma-norma, menjadi perekat sebuah komunitas. Seorang mahasiswa, seorang
staf non-akademik, seorang staf akademik, adalah anggota komunitas. Dia bukan
baut kecil dari sebuah mesin dalam sebuah pabrik. Sebab itu cara
memperlakukannyapun berbeda. Mahasiswa bukanlah bahan baku atau gelas
kosong, namun bibit-bibit unggul yang beragam dan potensi tumbuhnya mungkin
berbeda-beda. Staf akademik bukan mesin, bukan pula operator mesin, mereka
adalah mitra belajar, fasilitator dalam proses belajar. Dalam komunitas belajar,
pemegang sebuah jabatan bukanlah penguasa, namun hanya ‘the first among
15equals’. Komunitas ini akan berfungsi sebagai persemaian bagi semua unsurunsur ITB, mahasiswa, staf akademik, staf non akademik, sebagai perorangan
atau kelompok, untuk mengembangkan diri, mengembangkan gagasan,
mengembangkan cita-cita bersama, keahlian bersama tidak hanya untuk
berkontribusi di ITB namun juga di masyarakat luas.
3. Mengutamakan misi transformasional, tidak hanya transaksional.
Di toko-toko, di warung-warung, di super-market, terjadi kegitan transaksional.
Di perguruan tinggi pun banyak kegiatan-kegiatan yang bersifat transaksional.
Para mahasiswa harus membayar unuk mendapatkan jasa pendidikan di ITB. Para
dosen dibayar (walaupun sangat rendah) untuk jasa akademik yang mereka
berikan kepada mahasiswa atau ITB. ITB menerima bayaran untuk jasa-jasa
konsultasi yang atau jasa-jasa lain yang diberikan oleh stafnya kepada
perusahaan, lembaga-lembaga pemerintah, atau perorangan. Transaksi memang
perlu, namun tidak cukup untuk menguatkan posisi ITB dalam proses perubahan
sosial di Inonesia.. Untuk mengembangkan potensi sebagai pembaharu di
masyarakat, perlu dijaga atau dikembangkan kesadaran kuat tentang misi
transformasional dari komnitas ITB. Artinya, warga ITB dalam lubuk hatinya
merasakan bahwa ITB hadir untuk berkontribusi dalam proses perubahan
masyarakat Indonesia ke kualitas kehidupan yang lebih baik dalam arti luas.
Dalam kehidupan sehari-hari ini berarti fungsi ITB sebagai persemaian agen-agen
perubahan akan lebih mudah dijalankan bila para staf pengajarnya melihat
pekerjaan mereka di ITB tidak hanya sekedar sebagai kegiatan mencari nafkah,
atau para mahasiswa belajar di ITB tidak hanya untuk mendapatkan gelar. Dengan
lain misi transformasional komunitas ITB memerlukan adanya semacam
idealisme pada warga komunitasnya. Idealisme di sini diartikan sebagai kemauan
dan semangat untuk mencapai sesuatu yang luhur dan yang bermanfaat bagi
masyarakat luas. Dalam kaitan ini, komunitas ITB hendaknya dapat berfungsi
sebagai habitat yang dapat dimanfaatkan oleh anggotanya untuk menumbuhkan
dan mengasah idealisme mereka.
4. Perilaku komunitas yang dihela prinsip-prinsip, bukan diseret lingkungan.
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dikenal adanya prinsip-prinsip yang
diakui secara universal keampuhannya sebagai pedoman untuk membangun
kehidupan pribadi maupun masyakat yang baik dan sejahtera, seperti kejujuran,
dan keadilan. Perilaku proaktif adalah perilaku yang di hela oleh prinsip-prinsip.
Sebaliknya perilaku reaktif adalah perilaku yang diseret atau terseret lingkungan.
Salah satu penyebab dari meluasnya korupsi di Indonesia, di samping faktor
keserakahan dan lemahnya penegakkan hukum, adalah rendahnya atau tidak
adanya komitmen pelaku korupsi terhadap prinsip-prinsip yang mereka
sebenarnya sudah ketahui. Mereka melakukan korupsi, karena melihat orangorang disekitarnya juga korup dan tidak diapa-apakan. Perubahan memerlukan
orang-orang atau kelompok yang proaktif, yang berani memegang teguh prinsipprinsip, bukan orang-orang atau kelompok yang mudah terseret oleh lingkungan.
Dalam tataran praktek sehari-hari, baik sebagai perorangan, kelompok atau unit
organisasi, sangatlah penting mengklarifikasikan prinsip-prinsip yang dijadikan
16landasan, dan menguji apakah perilaku, sistem atau mekanisme yang dijalankan
sesuai dengan prinsip-prinsip. Kejelasan mengenai prinsip-prinsip ini dan
komitmen dalam menjalankannya akan menghindarkan ITB jatuh dalam jebakan
‘tujuan menghalalkan cara’, dan mencegah ITB menjadi lembaga yang bisa
‘dibeli’.
5. Meningkatkan pergaulan lintas disiplin.
Perubahan di masyarakat adalah sebuah proses yang kompleks, dan perlu
dipahami dari beraneka sudut pandang. Sebab itu ITB tidak akan dapat
mengembangkan potensinya secara optimal sebagai agen perubahan di
masyarakat apabila anggotanya terisolasi hanya dalam disiplin yang dipelajarinya
sendiri, tidak mampu berkomunikasi dengan mereka dari disipilin ilmu yang
berbeda dan mengapresiasi potensi dari disiplin atau cara pandang lain dalam
melihat sebuah masalah. Di samping pengetahuan substansial, anggota komunitas
ITB perlu memiliki pengetahuan kontesktual yang luas , seperti pengetahuan
sosial-budaya, pengetahuan ekonomi, sejarah, bahkan filsafat, agar pengetahuan
subtansial yang dimiliki dapat diterapkan dengan baik. Sering-kali niat baik untuk
menerapkan pengetahuan substantial tidak mencapai hasil yang diharapkan karena
kurangnya pengetahuan tentang nilai-nilai kulturral dan struktur masyarakat di
mana pengetahuan itu hendak diterapkan.
6. Mengembangkan lingkungan yang menyuburkan kreativitas.
Ini ungkapan klise. Namun di sini yang perlu diperhatikan adalah, dalam
lingkungan yang mendorong kreativitas selalu ada ruang untuk berbuat salah,
selama kesalahan tersebut adalah kesalahan yang tulus (honest mistake).
Kreativitas juga lebih mudah bekembang dalam lingkungan dengan budaya
apresiatif, bukan budaya sinis. Kreativitas inilah yang menjadi inti dari
kewirausahaan, baik di sektor swasta, sektor publik, dan sektor kemasyarakatan.
7. Mengembangkan modal sosial dan meningkatkan serta menjaga
kredibilitas.
Sebagai salah satu perguruan tinggi yang tertua di Indonesia, ITB menjadi salah
satu sentra modal intelektual dalam bidang sain, teknologi dan seni di Indonesia.
Namun untuk menjadikan modal intelektual punya arti bagi perubahan sosial di
Indodesia, unsur-unsur komunitas ITB perlu bekerja sama dengan pihak-pihak
lain dan kerja sama itu didasarkan atas dasar prinsip-prinsip yang dihormati oleh
pihak-pihak yang bekerja sama. Nampaknya perlu dipikirkan kembali hubungan
ITB denganpara alumninya. Sebab para alumni dapat menjadi bagian utama dari
komunitas ITB dalam menjangkau masyarakat luas. Selanjunya, dalam
memperkenalkan sebuah perubahan, kredibilitas memegang peran sangat besar.
Kredibiltas ini sekurang-kurangnya bersumber pada dua hal, yaitu memebrikan
kinerja yang dijanjikan dan bertindak ethikaldalam memenuhi janji tersebut.
CATATATAN PENUTUP.
171. Dalam upaya mengembangkan ITB sebagai persemaian bagi mereka yang ingin
memberi sumbangan dalam perubahan sosial, tidak ada ilusi bahwa semua
anggota komunitas ITB akan menjadi agen-agen perubahan di masyarakat.
Niatnya adalah menyediakan lingkungan sosial yang lebih baik untuk membantu
mereka yang punya potensi untuk dapat mengembangkan potensinya secara
maksimal, dan memperkecil hambatan untuk pengembangan potensi tersebut.
2. Perlu juga diwaspadai jebakan dari gemerlapnya peristiwa-peristiwa yang
melambungkan nama ITB di masa lalu, sehingga kita cenderung mengecilkan
atau meremehkan sumbangan anggota komunitas ITB bagi masyarakat yang
dilakukan secara diam-diam namun tulus. Jebakan yang lain adalah, menganggap
bahwa cara-cara yang berhasil di masa lalu akan dengan sendirinya berhasil di
masa yang akan datang. Sebab itu sangatlah penting memahami konteks
permasalahan pada jamannya.
REFERENSI
[1] Adjat Sakri ( Editor) , ‘ Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan Lustrum 4’, Penerbit
ITB, 1979.
[2] Ir. Sukarno, ‘Di Bawah Bendera Revolusi”, Panitya Penerbit di Bawah Bendera
Revolusi, Cetakan Keempat, 1965.
[3] Ir. Sukarno, ‘Indonesia Menggugat’, PT. Gunung Agung Tbk., Cetakan II, 2001
[4] Dewan Mahasiswa, Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung, ‘Buku Putih
Perjuangan Mahasiswa ITB 1978”, 1978.
[5] Samudro dkk, ‘Kisah Perjuangan Unsur Ganesa 10 Kurun Waktu 1942-1950’,
Penerbit ITB, Bandung, 1995.
[6] Tim CIMM (Editor), ‘Menimbang Teknologi, Memberdayakan Peneliti : Refleksi
Perjalanan Seperempat Abad PPT ITB’ Bagian Penerbitan PPT ITB dan Penerbit
Nuansa, Cetakan I, Bandung, 1998.
[7] Tjuk Kuswartojo ( Penyunting), ‘ Gelar Nalar Prof. Hasan Purbo: Lingkungan
Binaan untuk Rakyat’, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup ITB bekerja sama dengan
Yayasan AKATIGA, 1999.
[8] Hasan Poerbo. et.al (Editor), Working with People: Indonesian Experiences with
Community-based Development’, The University Consortium on the Environment,
Toronto and Bandung, 1995.
[9] www. undp.org
[10] IMD World Competitiveness Year Book 2003.www01.imd.ch
18
19

No comments:

Post a Comment