Monday, January 16, 2012

Lanjutan kisah pembebasan bang Imad (Imaduddin Abdulrohim)

Re: [ITB74] Saya, Agus Darmadi, diantara Sudomo dan Imaduddin JILID 2Monday, January 16, 2012 3:03 PM
From: "Supriadi Legino" Add sender to Contacts
To: ITB74@yahoogroups.com

Sebelum melanjutkan cerita pembebasan bang Imad, saya mencoba menguras
memori saya untuk mengingat cirri-ciri unik dari para karakter dalam
kisah ini sebagai berikut

………Doktor lulusan Amrik yang ngajar analisa sistim tenaga ini
merupakan dosen kebanggaan anak-anak elektro 74 walaupun lebih dari 90
% jadwal kuliahnya ngaco karena dia sering travelling sehingga
kuliahnya sering dirapel pada hari Sabtu dari pagi sampai sore, dan
bahan kuliahnya tulisan tangan sendiri (belum ada laptop boo) yang
dibuat di pesawat katanya. Ciri khas pak John yang anak Pangalengan
tapi istrinya bule ini, kalau ngajar kakinya lebih banyak di atas meja
daripada di lantai, mungkin ini yang membuat anak-anak semangat
walaupun 3 malam nggak tidur karena harus menyelesaikan iterasi yang
nggak kunjung mengerucut (maklum saat itu Cuma kalkulator hp saya saja
sudah termasuk yang paling top).saat ini Dr. Sudjana Sapiie mengajar
di ITB dan masih segar dan sehat, data yang bagus-bagusnya tentang
beliau silakan google aja ya……

Prof. Dr. D.A. Tisnaamijaya menurut saya adalah satu-satunya Rektor
ITB sementara yang lainnya hanya menggantikan beliau. Sosok pak Doddy
yang tegas bercahaya tapi tetap menunjukkan ciri “orang Sunda yang
santun” membuat beliau disegani kawan maupun lawan dan layak dijadikan
panutan anak itb sepanjang masa. Saya bangga karena ijazah itb saya
ditanda tangani beliau walaupun saat itu pak Doddy sudah tidak di itb
lagi. Pak Doddy yang dalam kisah ini menjabat dirjen dikti merupakan
karakter kunci dalam proses pembebasan bang Imad.

Kalau ngajar, jagoan petir dan proteksi ini lebih banyak ngobrol
sendiri dengan papan tulis, tapi anak-anak elektro juga boleh bangga
sama doctor lulusan Jerman ini. Dr. Ing. KT Sirait termasuk satu
diantara sedikit pakar tegangan tinggi yang ada di Indonesia saat itu.
Apalagi beliau adalah pembimbing utama skripsi saya walaupun waktu
sidang dia yang menghajar saya sehingga harus ada perbaikan
(belakangan dia minta maaf karena dia tidak sempat membaca detail
skripsi saya yang memilih outlier case, dasar supriadi senangnya cari
penyakit). Dalam kisah ini pak Sirait yang waktu itu Ketua Jurusan
Elektro merupakan pembuka jalan dalam proses pembebasan bang Imad.
Seperti kebanyakan alumni itb yang pembosan di profesinya, pak Sirait
saat ini menjadi staf ahli di DPR setelah sempat menjadi wakil rakyat
mewakili Partai Damai Sejahtera.

Agus Darmadi, anak itb 74 yang satu ini merupakan salah satu sosok
unik dari species elektro. Walaupun badannya nyaris kaki semua
(Nyuwun sembah pangapunten injih den Agus) dan gayanya yang dingin
tapi anak Semarang ini sering menjadi andalan untuk bikin PR karena
ditunjang keenceran otaknya yang di atas rata-rata. Yang saya selalu
ingat adalah keberanian AD yang rajin bikin tulisan di Papeng (papan
pengumuman) HME dan menyebut dirinya sebagai PKI (penulis karangan
ini). Selepas itb Agus seperti saya bekerja di PLN karena terjebak
ikatan dinas 30 ribu rupiah yang saat itu bisa untuk nraktir 10 orang
di sate hadori dan goreng jeroan di Ponyo . Saya hanya ingat bahwa
hanya Agus sendiri yang menemani saya dalam usaha pembebasan bang Imad
ini, tapi otak bapak Satar saya yang sudah dumb ini tidak berhasil

mengorek memori, bagaimana asal usul Agus Darmadi ikut dalam cerita
ini. Lebih baik Agus sendiri nanti yang sharing di Milis yaa….

Sudomo, sebagai panglima Kopkamtib waktu itu, Jendral bermuka ramah
tap ber hati dingin ini bisa diibaratkan sebagai Giam Lo Ongnya (dewa
pencabut nyawa) orde baru yang setiap saat bisa memerintahkan Hek Pek
Moko, iblis kembar hitam putih dengan penggebuk Tok Kak Tong Jin nya
untuk menghabisi siapa saja yang dianggap menghalangi kerajaan orde
baru. Walaupun saat itu saya sangat benci pada kedzaliman baju hijau,
tapi secara pribadi saya respek sama Sudomo, kenapa? Berkat perkenan
dialah saya sama Herdi Waluyo (El itb 74) berhasil mendapatkan
sumbangan pemerintah untuk menyelesaikan mosaic putih menara Salman
yang berdiri tegar sampai saat ini…………

Supriadi (waktu itu nggak pakai Legino)…. Naah kalau karakter yang
ini saya kenal baik, maklum hampir semua sifat dia luar dalam mirip
banget sama saya. Cuma bedanya dengan Supriadi, saya seperti Yan Satar
Kuryana kepalanya bolenang sementara Supriadi lebih kurusan dan
rambutnya tebal dan panjang dan sedikit ikal di bahu. Tapi jauh
lumayan daripada kayak Rawono Sosrodimulyo, anak Cepu yang setiap hari
perlu “ngeblow rambutnya pakai sisir alumunium yang diikat di solderan
(catok.com). Salah satu kebanggaan EL 74 adalah Dedi Dhores mirip
Supriadi dan Rawono mirip Edi S. Tonga.

Strength:

Supriadi adalah anak ITB 74

Weaknesses

Banyak: yang jelas dia jago molor (paling tidak dua kali dibangunkan
dosen waktu kuliah di Amerika dan sekali nabrak oplet masuk selokan di
Sicincin Padang). Dia juga sensornya suka eror kebalik atau rada suka
cari penyakit; orang masuk SMA 3 Bandung yang ngetop dia malah masuk
SMA I yang biang jojing, disarankan psychotest masuk arsitek malah
pindah elektro sampai nyaris pindah ke ITT karena frustasi dengan
teori medan sementara melihat temennya pinter-pinter seperti HGS,
waktu masuk PLN orang rebutan di Jawa dia malah minta di Maninjau
(alasannya pengen naik kapal terbang gratis), ditawarin jadi direksi
PLN malahan minta sekolah ke Amrik.. ancur deh......

Profil asmara remajanya lebih amburadul lagi; kalau lagi ada yang
dikecengin noraknya keluar (misalnya pernah waktu naksir anak TP dia
pakai celana putih cutbray dan baju batik safari dengan bross
serenceng peniti dan jarum pentul dilengkapi dengan sepatu putih hak
15 cm). Anehnya semakin dia ngebet sama cewek malah semakin jutek sama
si cewek, kalau mau PDKT dating ke rumah cewek malah bersyukur kalau
ceweknya nggak di rumah. Pernah pacaran sekali dan kapok karena rugi
waktu katanya, dan memilih lebih suka bergerombolan sama batangan.com
sebangsanya si Ujang Kusmayadi dan Rawono Silitonga. Tapi menuruk
kisah yang lain dikabarkan akhir kisah cintanya berakhir bahagia
karena Tuhan mempertemukan dia dan menikah dengan anak ASMI kelahiran
Cianjur yang mengerti bahwa dibalik kelakuannya yang judes norak
terkandung kasih saying yang sejati sama wanita. Katanya dia bahagia
banget sampai sekarang dengan istrinya ini
……………

Anda puas sampaikan pada teman, anda kecewa sampaikan kepada kami,
itulah semboyan Simpang Raya Cipanas yang baru saja kami tinggalkan
setelah ditraktir pak John yang katanya lama di Amrik tapi ternyata
makannya banyak hehejoan (daun singkong). Mobil meluncur melewati
Puncak Pass dan menurun kembali menuju arah Cipayung di tengah
perkebunan the dan hawa yang segar, sesegar harapan untuk dapat
membebaskan bang Imad, guru dan tokoh yang saya hormati. Semakin dekat
dengan kota Jakarta lepas dari tol (tambah ongkos lancar) jagorawi
entah kenapa perasaan saya semakin tegang, maklum akan bertemu dengan
Sudomo yang pastinya tahu persis apa yang terjadi di kampus ITB waktu
itu. Walaupun saya sama Agus sudah siap dengan strategi untuk
berbicara dengan Sudomo tentunya diamankan juga oleh paraj Lo Cian Pwe
ITB, tetap saja ngeri menghadapi Giam Lo Ong nya Indonesia itu.
Akhirnya sampailah kita di kantor Dirjen Pendidikan Tinggi dan menemui
kenyataan bahwa ada sedikit kendala dalam renana kita.

Seandainya waktu itu sudah ada HP tentu ceritanya akan lain.

Euleuh euleuh waktosna seep……………hapunten ka para pangiarsa sadaya,
panggilan Boarding sudah menggema saya mau terbang dulu ke Banda Aceh
ya..........................

No comments:

Post a Comment